Ini berita yang dimuat di detik.com tahun 2008, yang masih saya simpan dengan rapi karena sangat menarik.
Sonny Graham, setelah menderita penyakit jantung kronis mendapatkan donor transplantasi jantung dari Terry Cottle, pria 33 tahun yang tewas bunuh diri dengan menembak kepalanya. Operasi ini berjalan sukses, 12 tahun yang lalu.
Tak berapa lama, Graham menghubungi pihak badan donor organ, ia ingin mengucapkan terima kasih pada pihak keluarga donor. Dia lalu mendapatkan alamat keluarga Cottle. Graham menulis surat untuk janda Cottle, Cheryl (39). Tak berapa lama kemudian mereka saling jatuh cinta dan menikah pada tahun 2004. Mereka tinggal di Georgia, AS.
Dalam artikel di koran tahun 2006, Graham bercerita bahwa ia merasakan kedekatan instan yang tak biasa saat bertemu Cheryl.
”Saya seperti telah mengenalnya bertahun-tahun. Saya tak bisa memalingkan pandangan saya darinya. Saya terus menatapnya,” tutur Graham, 69 tahun.
Tapi sekarang, kehidupan Cheryl kembali mengalami tragedi. Graham yang telah menjadi suaminya, melakukan hal yang persis sama dilakukan mendiang suaminya dulu, Cottle. Graham tewas bunuh diri! Dengan pistol, dia menembak kepalanya sendiri, persis sama yang dilakukan Cottle.
Kematian Graham sangat membingungkan teman-temannya. Mereka tidak melihat tanda2 depresi pada Graham sebelum kematiannya.
Menurut para ilmuwan, ada lebih 70 kasus yang dilaporkan dari pasien tranplantasi yang meniru sebagian kepribadian pendonor organ.
So what?
Apa yang menyebabkan Graham meniru persis tindakan Cottle?
Karena pada sel-sel jantung yang dia dapat dari Cottle telah ada rekam jejak perilakunya dari awal hidup hingga akhir hayatnya, termasuk cara dia menghabisi nyawanya sendiri. Memori pada sel2 jantung ini yang tetap bekerja pada tubuh Graham, sehingga dia langsung mencintai Terry, menikahinya, lalu meninggal dengan cara yang persis sama seperti pemilik jantung aslinya.
Seluruh sel tubuh kita ibarat hard disk yang merekam dengan baik semua ucapan, pikiran, perbuatan kita. Memori ini sudah tergores di sana, dan siap dipanggil kapan saja. Meskipun terdelete, mudah saja bagi ahli komputer untuk melacak bekas-bekas data yang sudah terlanjur masuk dalam hard disk, dengan bahasa simbol tertentu (yang saya sebagai orang awam programming tentu tak paham).
Oleh karena sel tubuh kita itu mampu merekam jejak apapun yang mampu kita lakukan, maka, sangat logis untuk membayangkan anggota tubuh kita akan mudah saja, tidak keliru satu titik pun saat menjadi saksi tentang segala perbuatan yang pernah kita lakukan, nanti di hadapan Allah.
Ah, memang keburukan, selalu meninggalkan bekas yang tak hilang!
Seperti riwayat yang terkenal tentang seorang sholeh dengan anaknya. Si anak yang bengal, membuat sang ayah bersedih hati. Setiap satu kemaksiatan yang dilakukan anaknya dia tancapkan paku di tembok rumahnya. Dia terus berdoa dan berupaya agar suatu saat anaknya bertaubat.
Syahdan, Allah membukakan pintu hati si anak. Dia mulai menginsyafi kesalahannya. Pelan-pelan dia mencoba memperbaiki diri dengan kebaikan, Sang ayah yang bahagia melihat perubahan perilaku anaknya, bertahap mencabuti paku di tembok. Setiap satu perbuatan baik dilakukan anaknya, dicabutlah 1 paku dari tembok. Begitu seterusnya, hingga paku-paku di tembok tercabuti semua, karena si anak banyak melakukan perbuatan baik.
Akan tetapi, meski paku telah tercabut semua, si anak tetap saja bersedih. Sang ayah yang heran kenapa anaknya tetap saja bersedih, bertanya,”Bukankah seluruh paku telah tecabut semua anakku? Bukankah kebaikan yang kau tabung telah menghapus keburukan-keburukanmu dulu?”
Si anak menjawab masgul, ”Betul ayah. Memang paku-paku keburukan itu telah tercabut semua. Namun lihatlah ayah, tembok bekas tempat tertancapnya paku2-paku tadi, kini menjadi berlubang-lubang, tidak mungkin bisa indah dan halus lagi seperti semula. Bekas kelakuan burukku, tak kan pernah terhapus,
Ayaaaahh.. ”
Masihkah kita tak menyadari hal ini? Bahwa keburukan tetap berbekas, sungguh pun usaha untuk menutupinya dengan kebaikan akan terus coba diupayakan? Apalagi jika tanpa ditutup dengan kebaikan, Astaghfirullah...., akan seperti apa persaksian untuk kita di hari pengadilan nanti?
Teringat saya dengan syair lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata - Chrisye:
Akan datang hari
Mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa
Tak ada suara
Dari mulut kita
Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja dia melangkahnya
Tidak tahu kita
Bila harinya
Tanggung jawab tiba
Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
dijalan cahaya
Sempurna
Mohon karunia
Kepada kami
Hamba-Mu yang hina
Duhai, terbayang betapa malunya saat borok-borok diri dibuka satu-persatu di depan umat manusia sejagad. Tak cukup tangan dan kaki yang menjadi saksi dari kenistaan diri, tapi juga rambut, perut jemari, telinga,kuku.. .. semua anggota tubuh, hingga sel-sel yang bermilyar2 itu. Mereka dengan gemuruh akan berkata, bersumpah tentang apa yang telah mereka lakukan. Dan mulut pun terkunci tak mampu menyangkalnya.
Tangan yang berani menjamah atau mengambil sesuatu yang haram baginya, kaki yang berani melangkah ke tempat maksiat, telinga yang terbiasa mendengarkan gunjingan, gosip atau hiburan yang merusak hati, mata yang terbiasa melihat aurat orang lain diumbar, perut yang tidak lagi mampu menyeleksi mana makanan haram mana halal, jemari yang memberikan kesaksian palsu lewat tulisan atau tanda tangan, lintasan hati yang gak keruan atau menduakan cintaNya....semua! Semua bagian tubuh, hingga sel-sel tubuh yang terkecil sekalipun, akan berlomba-lomba memberikan kesaksiannya. Astaghfirullah...
Robbana dzolamnaa anfusana, wainlam taghfirlanaa
watarhamnaa lanakuu nanna minal khoosiriin
~Pamulang, 21 April 2011
Mukti Amini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar