Selasa, 05 April 2011

Nyontek lagi, nyontek lagi...!

.......
Takut menghadapi ujian mungkin merupakan sesuatu yang wajar, akan tetapi jika ketakutan tersebut mengantarkan seseorang menjadi nyontek ketika ujian, itu baru tidak wajar.

.
Apa itu nyontek?
Nyontek adalah membawa catatan khusus untuk dapat disalin ketika ujian atau meniru pekerjaan orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan (curang). Tindakan nyontek hanya dilakukan oleh orang-orang yang lemah imannya, yang dirinya lupa bahwa Allah selalu mengawasinya.

.
Apakah nyontek itu dosa?
Ketika seorang siswa berniat untuk menyontek, tentu ia akan mencari cara bagaimana agar tidak ketahuan oleh sang pengawas. Saat posisi dan waktu telah dirasa aman, mulailah si siswa melakukan aksinya yaitu “menyontek” dengan perasaan dag dig dug takut kalau-kalau aksinya ketahuan oleh sang pengawas. Sungguh apa yang telah dilakukan oleh si siswa tadi sangat sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
“Kebajikan adalah bagusnya akhlak, sedangkan dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwamu dan kamu tidak suka apabila hal itu diketahui oleh orang lain.” (HR.Muslim, no 4633)
.
Nyontek itu sepele?
Kalaulah kita terima pendapat ini yaitu bahwa nyontek merupakan perbuatan yang sepele dan hanya merupakan dosa kecil, maka alangkah indahnya perkataan Ibnul Mu’taz

خلِّ الذُّنوبَ صَغِيرَها وكَبِيرَها فَهْوَ التُّقَى
واصْنَعْ كماشٍ فَوْقَ أَرْ ضِ الشَّوْكِ يَحْذَرُ ما يَرَى
لا تَحْقِرَنَّ صغيرةً إنَّ الجِبَالَ مِنَ الحَصَى

“Tinggalkanlah dosa baik yang kecil ataupun yang besar, maka itulah takwa… Jadilah seperti orang yang berjalan di atas tanah yang berduri, tentu ia akan berhati-hati dari apa yang dilihatnya… Janganlah engkau meremehkan dosa-dosa kecil, karena gunungpun adalah dari kerikil…” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal 212. Cet Darul Aqidah)

Namun, jika kita cermati lebih dalam tentang perkara nyontek ini, ternyata nyontek adalah sebuah perkara yang sangat mengerikan dan dianggap besar di dalam Islam. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang berbuat curang, maka ia bukan termasuk golongan kita” (HR. Muslim, no 146).

Selanjutnya marilah kita dengar cerita yang disampaikan oleh salah seorang sahabat Nabi yang mulia, Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَوْ قَوْلُ الزُّورِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Suatu ketika kami berada di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?”-beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali-. “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan bersaksi palsu atau berkata dusta.” Saat itu beliau bersandar kemudian beliau duduk. Beliau masih saja mengulang-ulang sabdanya sampai-sampai kami berkata kalau seandainya beliau diam. (HR. Muslim, no 126)

Mungkin dapat kita katakan bahwa nyontek termasuk salah satu perbuatan memberikan persaksian palsu. Bukankah orang yang nyontek sebenarnya tidak bisa menjawab soal-soal ujian? Bukankah nilai hasil ujian yang bagus sebetulnya tidak bisa diraih seandainya ia tidak nyontek? Bukankah ini berarti nilai-nilai yang ada di raport/transkip nilainya adalah nilai-nilai yang palsu? Sungguh ia telah memberikan kesaksian palsu kepada manusia yang membaca raport/transkip nilainya!

Jangan hancurkan harga dirimu!

Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda

إِنَّ الصِّدْقَ بِرٌّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ فُجُورٌ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا

“Sesungguhnya kejujuran adalah sebuah kebajikan, sedangkan kebajikan akan menuntun seseorang menuju surga. Sesungguhnya seorang hamba bermaksud untuk jujur sampai ia tercatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Adapun sesungguhnya kedustaan adalah sebuah kekejian, sedangkan kekejian akan menuntun seseorang menuju neraka. Sesungguhnya seorang hamba bermaksud untuk dusta sampai ia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim, no 4720).

Maukah kita dicap oleh Allah sebagai seorang pendusta hanya gara-gara kita membiasakan diri untuk selalu menyontek ketika ujian? Sungguh betapa buruk gelar sebagai seorang pendusta!

Apabila seseorang pernah tertangkap basah menyontek, mungkin orang-orang disekitarnya akan menjadi ragu tentang kejujuran dirinya. Gerak-geriknya menjadi selalu diawasi karena khawatir ia akan melakukan sebuah kecurangan. Orang bertipe penyontek akan selalu berusaha mencari-cari kesempatan untuk berbuat curang demi keuntungan pribadinya.

Jangan lemah, berusaha dan mintalah pertolongan kepada Allah
Banyak faktor yang mendorong seseorang untuk nyontek; malas belajar, belum siap menghadapi ujian, ingin mendapatkan nilai yang tinggi dengan cara yang instan, ketakutan yang berlebihan jika gagal ujian, kurang pe dedengan kemampuan diri sendiri dan lain-lain.

Seorang muslim selayaknya mengambil sebab yang benar dan selalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai hasil yang memuaskan. Dalam sebuah ayat, kita perhatikan bagaimana Allah Ta’ala memerintahkan dan menyemangati kaum muslimin untuk mengambil sebab dan berusaha dengan sekuat tenaga dalam menghadapi pertempuran, Allah berfirman, yang artinya

“ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.”
(Al-Anfal: 60)

Selanjutnya, seorang muslim tatkala ia berusaha untuk menggapai sesuatu yang diinginkannya hendaklah ia selalu memohon pertolongan kepada Allah agar dimudahkan urusannya serta mendapatkan keberkahan dari Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Bersemangatlah dalam menggapai sesuatu yang memberimu manfaat dan mintalah pertolongan kepada Allah serta janganlah kamu merasa lemah. Apabila sesuatu (yang tidak menyenangkan)menimpamu, janganlah kamu mengatakan ‘seandainya tadi aku berbuat demikian, niscaya (hasilnya) adalah demikian dan demikian…’, akan tetapi ucapkanlah ‘semuanya telah ditakdirkan oleh Allah, dan setiap yang dikehendaki Allah pasti akan terlaksan’. Hal ini karena (kalimat) ‘seandainya’ membukapekerjaan syetan.”
(HR. Muslim, no 4816)

Adapun sifat malas, tidak selayaknya dimiliki oleh seorang muslim. Hendaknya seorang muslim banyak membaca do’a yang telah diajarka oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ

“Wahai Rabbku, aku berlindung kepadamu dari sifat malas.”
(HSR. Abu Dawud, no 4409)

Renungan
Saudaraku….Sesungguhnya setiap apa yang kita lakukan, pasti diketahui oleh Allah Ta’ala, Dzat Yang Maha Mengetahui……Apakah layak bagi seorang muslim tatkala melakukan perbuatan kemaksiatan, ia merasa malu dan khawatir jika diketahui oleh orang lain namun dirinya seolah-olah melupakan Allah Yang Maha Mengetahui sehingga tidak merasa malu dan khawatir kepada-Nya?
“ Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui segala apa yang mereka sembunyikan dan yang mereka nyatakan?”
(Al-Baqarah:77)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar