Rabu, 25 Mei 2011

“Allah Tak Pernah Ingkar Janji”




Bottom of Form
Senin, 14 Februari 2011
TERKEJUT Hamdi mendengar tempat tugas dakwah yang cukup jauh dari tempat asalnya, Bengkulu. Belum pernah terpikir dalam hidupnya kota itu. Belum juga sirna, tiba-tiba, ia kembali dikagetkan, dengan informasi bahwa ia tidak akan dibekali sepeser uang saku pun untuk menuju ke sana.

Dan yang cukup membuat
dag-dig-dug, ia harus sudah sampai ke tempat tugas paling lambat empat hari ke depan.

Terang saja mendengar demikian, pemuda asal Lampung itu sempat linglung, setengah tidak percaya dengan apa yang didengar. Permasalahannya, bukan terletak pada jauhnya tempat tugas, atau besarnya biaya yang harus ia keluarkan untuk biaya transportasi. Namun pada saat itu, laki-laki berkulit cerah dan berkumis timis ini, memang benar-benar tidak memiliki uang sepeser pun. Sekiranya ada uang, tentu ceritanya tidak akan demikian.

Mengandalkan orangtua, sangat tidak mungkin. Mereka saja dalam kesusahan, bekerja sebagai buruh hutan. Karenanya, dia sempat protes sama sang-pimpinan, “Ustadz, bagaimana saya bisa ke Bengkulu dalam waktu 3-4 hari ke depan tanpa dibekali uang sedikitpun. Saya tidak punya uang sama sekali saat ini, ustadz” keluhnya saat itu.

“Pokoknya, yang penting, kamu sudah sampai di sana, tepat pada waktunya, tidak boleh terlambat”, ujar Hamdi, menirukan jawaban sang-ustadz.

Mendapat tanggapan demikian, Hamdi pun tidak berkutik. Di tempat kediamannya, dia mulai memutar otak, bagaimana mendapatkan uang untuk biaya keberangkatannya. Tak lama berselang, secercah peluang pun hinggap di benaknya. Dia teringat pamannya yang termasuk orang berada. Mobil pribadinya saja ada enam. “Pasti paman bisa membantu,” ucapnya membatin penuh keoptimisan.

Ketika ia penuh harap, ternyata pamannya tidak memberi sepeser uang pun untuknya. Sempat ingin mengadu ke bibi (istri pamannya) prihal permasalahannya, tapi dia urungkan niatnya, karena merasa malu.

Pertolongan Allah

Di tengah kegalauannya itu, Hamdi mencoba menerka-nerka, apa kira-kira hikmah di balik keputusan pimpinannya, yang mengutus tugas dakwah, nun jauh di sana, tanpa dibekali sepeser uang pun?.

Saat itu lah terlintas di benaknya firman Allah yang menerangkan, bahwa siapa saja yang bersusah payah menolong agama Allah, maka Allah pun akan menolongnya, “
In tanshurullah yan syurkum" (Apa bila engkau membantu agama Allah, maka Allah pun akan membantu engkau).” Hamdi mengingat salah satu firman Allah dalam al-Quran itu dengan perasan yakin.

Sedari itu, memuncaklah kembali rasa optimisnya, bahwa Allah tidak mungkin melantarkan dirinya yang berusaha memperjuangkan agama-Nya. Ia yakin, Allah tidak akan tidur, sebagaimana sejarah yang pernah terjadi pada Siti Hajar, istri Nabiullah Ibrahim.

“Sebagaimana Dia (Allah) telah menyelamatkan Hajar dan Ismail di tengah-tengah padang sahara, dengan memuncratkan air Zam-Zam dari bawah kaki Ismail”, terangnya.

Entah kenapa, setelah mengingat dan menghayati kandungan ayat tersebut, hati dan pikiran Hamdi terasa plong. Sepertinya, Allah telah membentangkan sederet jalan keluar, yang begitu jelas dihadapannya. Padahal, realitasnya, belum ada sama sekali ide cemerlang untuk mengetaskan permasalahannya tersebut.

Hari Jum’at, adalah batas akhir Hamdi mempersiapkan diri. Dia harus berangkat keesokkan harinya, karena hari Senin, ia harus menapakkan kaki di tempat tugas. Kira-kirajarak tempuh darat antara kota Lampung-Bengkulu, ± memakan waktu satu hari-satu malam.

Na’asnya, tepat pada hari yang telah ditentukan itu (Sabtu pagi), Hamdi belum juga mendapatkan uang serupiah pun. Meski demikian, ia sudah mempersiapkan keberangkatannya. Baju-baju, buku-buku, segala sesuatu yang dirasa dibutuhkan, semuanya sudah dikemas. Dia sendiri sudah berpakaian rapi, layaknya seorang perantau, yang siap melakukan perjalanan jauh.

Allah Maha Melihat Hamba-Hamba-Nya yang memang tulus berjuang di jalan-Nya. Dan sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-janji-Nya. Dia tunjukkan kekuasaan-Nya pada pemuda yang saat ini tengah kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Islam, Surabaya ini.
Ceritanya, sebelum berangkat, Hamdi menyempatkan diri berpamitan ke pada sanak saudara, dan tetangga-tetangga dekatnya. Untung tidak bisa diraih, malang tak dapat ditolak. Banyak dari mereka yang memberinya uang saku. Padahal, sedikitpun Hamdi tidak pernah mengungkapkan atau bercerita permasalahan finansialnya pada mereka.

“Mereka bilang sih, uang sekedar untuk beli es dan jajan di jalan, ” terangnya.

Yang mencengangkan, setelah dihitung totalitasnya, jumlah nominal yang diperoleh, cukup membuat mata Hamdi meloto. Kira-kira mencapai ± Rp. 500.000. Dahinya mengkerut, seolah tidak percaya dengan apa yang sedang ia saksikan.

“Mata saya sempat lembab, dan bibir tak henti-henti mengucapkan kalimat
takbir, tahmid, dan tahlil, menyaksikan Kemahabesaran Allah ini,” ujarnya.

“Ini satu bukti, bahwa Allah tidak pernah mengingkari janji-janji-Nya, yang telah termaktub dalam al-Quran,” tambahnya dengan mata berkaca-kaca.

Dengan uang itulah, kemudian Hamdi mampu menjalankan amanah pimpinannya, tepat pada waktunya.

Bercita-Cita Menjadi Da’i

Hamdi adalah salah satu peserta yang mengikuti Kuliah Da’I Mandiri (KDM), yang dimobilisasi oleh Hidayatullah, di Palembang. Seusai mengikuti program tersebut, ia ditugaskan untuk berdakwah di Bengkulu. Ia sendiri berasal dari Lampung. Ia mengikuti pelatihan itu, atas rekomendasi dari salah satu ustadznya di Lampung.

Sejatinya, sudah lama ia merindukan untuk terjun langsung di dunia dakwah. Namun, niatnya tersebut sempat tersendat lantaran ada beberapa hal yang menghalanginya, untuk melaksanakan tugas para anbia’ ini, hingga tibalah tawaran menghampirinya guna ikutserta dalam program KDM.

Untuk menambah wawasan keislamannya, kini ia tengah serius menuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Islam, yang ada di Surabaya.
“Latar belakang saya sebagai siswa sekolah umum, yang jarang mendapat pengetahuan tentang keislamanlah, yang mengarahkanku untuk serius, menekuni ajaran Islam saat ini,” terangnya.

“Mudah-mudahan, kelak akan bermanfaat bagi diriku sendiri, keluarga, dan kaum muslimin pada umumnya,” harapnya. */
Robinsah. Kisah ini diceritakan langsung oleh yang bersangkutan/hidayatullah.com

Red: Cholis Akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar