Jumat, 17 Februari 2012

Untuk Para Saudaraku yang Tersakiti...

Menyakiti dan disakiti adalah bagai dua sisi mata uang. Namun bagi sebagian orang, dunia ini adalah hanya tentang ego mereka. Mereka bisa sekehendak mereka berbuat jahat dan mainkan semau nafsu kapanpun dan dimanapun. Sampai- sampai mereka lupa bahwa ada sang Maha dari semua itu, yang dapat bertindak bahkan melampaui nalar normal manusia, untuk menuntun mereka memanen semua tindakan jahat mereka.

Bagi pihak yang tersakiti, kesedihan terasa begitu dalam dan membekas. Tidak ada satu resep dokterpun yang ampuh untuk menyembuhkan dendam. Ya, dendam yang akhirnya menghasut diri agar bertindak bahkan lebih kejam dari yang pernah diterimanya.


Terkadang kita lupa, masih ada kamera 24 jam yang dengan Maha bijaksananya akan bertindak adil kepada kita. Tak perlu kawatir, bahkan tindakan itu dijamin akan lebih canggih dari yang pernah kita duga. Lalu untuk apa harus ada berkarib dengan dendam?


Dendam adalah sangat erat kaitannya dengan sebuah rasa putus asa. Jika anda ingin sembuh dan bahagia seperti sedia kala, jangan menyerah kepada perasaan putus asa itu, yang dengan kata lain mengiklaskan diri anda anda sendiri untuk jatuh lebih dalam pada sebuah penderitaan. Kehidupan adalah bukan hanya tentang orang yang telah menyakiti anda. Jangan memfokuskan fikiran hanya untuk seseorang yang jelas- jelas sudah tidak menghargai keberadaan dan menyakiti anda yang begitu berharga.


Anda begitu berharga, anda begitu istimewa saat diciptakan oleh Allah Subhanahu Wataala sampai- sampai Dia mengajarkan kepada anda sebuah kebaikan lewat jalan yang unik yaitu kesabaran. Karena justru sabar adalah cara instan pemuliaan atas diri anda sendiri. Tidak percaya?.. mari kita refresh kembali ayat ini,


"Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan). Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."


(QS. Al-Baqarah: 214)



Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman."


( QS AL Imran (3) : 139 )



"Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dan sedikit ketakutan, penyakit, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar ".


(QS. Al Baqarah : 153 )


Sekali lagi, sabar adalah cara instan pemuliaan atas diri anda sendiri. Jangan terluka jika kalimat dan tindakan sabar anda, belum- belum sudah dicibir sekian banyak orang, namun lihatlah betapa anda menjadi manusia ajaib yang begitu disayang Allah, ditengah- tengah orang yang lengah dalam mendidik dirinya. Andalah pemenang dari kasus kehidupan anda kali ini.Yakinlah, sungguh Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya bersedih berlama-lama. Apa lagi jika kesedihannya adalah hal dan upaya untuk membesarkan dan membahagiakan diri dan sesama yang dicintai, apalagi jika untuk semua itu, anda harus melalui proses yang berjudul tersakiti.


Kesalahan bukan anda yang membuatnya, kesakitan bukan anda yang menginginkannya. Anda hanyalah korban dari sebuah keadaan yang kurang berpihak, namun jelas menjadi penguji kualitas iman untuk menjadi lebih baik. Jangan bersedih sekalipun semua didunia tidak mengharapkan dan menyakiti anda, karena anda ada di dunia adalah karena kehendak dan lahir dari kasih sayang Allah sang maha kuasa.


Hidup adalah tentang belajar, kita akan belajar bersama ketakutan, kesedihan, kehilangan, disakiti, didholimi dan sebagainya. dan walaupun sakit dan perih, namun kita harus berjuang untuk memaknainya.Karena Allah tak akan menguji melebihi kemampuan kita. Allah sayang kepada kita. Jika memang pengertian masih tidak bisa diajak kompromi dengan pedihnya perasaan,ingatlah satu hal.


Keegoisan diri bukan satu hal yang dapat membaikkan sesama, begitu pula untuk diri anda sendiri. Mengalah sedikit untuk meredam amarah justru akan melegakan diri. Selalu ada orang yang mulia dan hina di dunia ini, dan anda telah menjadi mulia dengan memaafkan. Andalah yang perkasa, karena dapat tegak dalam luka dan derita. Dari situ kitapun dapat belajar untuk mengerti dengan menerima hidup ini dengan segala pernak perniknya, karena pengertian adalah ilmu kehidupan.


...Selalu ada orang yang mulia dan hina di dunia ini, dan anda telah menjadi mulia dengan memilih untuk memaafkan...


Bangkitlah, jangan biarkan diri hanya mengurusi perasaan khawatir, sakit dan pedihnya hati yang anda anggap dapat menjadikannya sebagai obat mujarab penyembuh segala derita dan yang akan mendamaikan Anda. Segera berlakulah tegas melakukan yang sudah Anda ketahui untuk harus dilakukan, dan tunjukan bahwa anda adalah istimewa, tunjukkan bahwa anda adalah pribadi yang murah hati dan yang terlalu berharga untuk disakiti. Sehingga perasaan menyesal dan menghukum diri sendiri akan seketika mengakrabi orang yang telah menyakiti anda. Jagalah hati agar tetap damai, karena bentuk hati akan menentukan cerita episode anda selanjutnya.


Cinta itu indah, dan cinta tidak menyakiti. Kebesaran, keanggunan, kesabaran dan kemaafaan yang tetap anda jaga dalam tersayatnya perasaan tersakiti, menjadi bukti ampuh bahwa anda menjadi perwujudan indahnya kasih sayang Allah yang maha mencintai. Dan insyaallah, Allah selalu mencintai orang- orang yang sabar


(Syahidah/Voa-islam.com)

ANTARA CACING, BURUNG & MANUSIA

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing. Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya kemana dan dimana ia harus mencari makanan yang diperlukan.

Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus "puasa". Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus "berpuasa". Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya "kantor" yang tetap, apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Kita lihat burung tetap optimis akan makanan yang dijanjikan Allah. Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.


Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati.Tapi kita lihat , dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari makan. Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan epalanya ke batu.


Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih. Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dari burung atau cacing ? Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi? Padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa. Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar banyak dari burung dan cacing.

ANDAI SAJA....

Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia, Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu. Kemudian Rosulullah berkata, "Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?" Istrinya menjawab, "Saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal"

"Apa yang di katakannya?"

"saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."
"Bagaimana bunyinya?" desak Rosulullah.
Istri yang setia itu menjawab, "Suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi....Andaikata yang masih baru....Andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?"

Rosulullah tersenyum. "Sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru," ujarnya.


Kisahnya begini, pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata "Andaikan lebih panjang lagi". Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanyalebih besar pula.


"Ucapan lainnya ya Rosulullah?" tanya sang istri mulai tertarik.

Nabi menjawab, "Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi". Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

"Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?" tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan, "Ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan wafat, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ' kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda'.


Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiri.


Karena itu Allah mengingatkan: "Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (surat Al Isra':7)


Wallahu a’lam

Minggu, 12 Februari 2012

Pohon Tua




Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang.Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu.

Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang. Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna,"
begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat,tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh. Sang pohon pun bersedih."Ya Tuhan,mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?” Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.

"Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu?
Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya.
"Cittt...cericirit...cittt,” suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu...dua...tiga...dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon. Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya.

Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar. Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Allah memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita.

Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di tebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan- Nya kita karunia yang berlimpah.

Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati.

Saat Allah memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah,sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.

Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar.



NUGROHO, Imam

Rabu, 08 Februari 2012

Marboth, Amanah yang Dahsyat

“ Bayangkan anakku, tidak kurang dari 10 ribu orang hilir mudik berdo’a bermunajat kepada Allah SWT setiap minggunya. Betapa besar amal yang antum terima ketika melayani mereka dengan ikhlas.”
 - ust. oktama forestian-

Waktu kecil sampai hampir (baca: sebentar lagi) dewasa, tidak pernah terbayangkan bahwa sekarang saya menjadi seorang Marboth di masjid suatu universitas. Mengapa saya ada disini? Ngapain saya disini? Awalnya saya juga ga ngerti. 

Tapi tidak lama setelah muncul pertanyaan itu di benak saya, semuanya terjawab ketika saya mengikuti Umar (Ujian Marboth). Kereeen kan. Marboth aja ada ujiannya.

Untuk pertanyaan mengapa sih saya jadi marboth? Yang pasti itu adalah sepenggal kisah perjalanan hidup saya yang sudah dituliskan oleh Allah SWT. Ga bisa nego- nego lagi, apalagi nolak. Melalui qiyadah saya dengan ta’limatnya, jadi deh saya di marboth. Ihh serem juga ya. Tapi saya gembira ria aja tuh. Walaupun berlawanan (baca : banting stir) banget sama amanah sebelumnya 'siyasi', Tsiqoh aja iya gak brow. Inilah jalanku.

Ketika udah masuk Marboth, mau ngapain saya ya? Alhamdulillah dalam kegiatan Ujian Marboth saya banyak sekali menerima penerangan tentang urgensi seorang marboth, yang intinya marboth itu adalah pelayan umat. Memberikan air putih(bukan arti sebenarnya/susu-red) kapada setiap umat, karena masjid ini adalah milik Allah. Bukan milik sekelompok orang. Jadi harus bersikap adil dalam melayani umat. -Ust. Abdul Aziz-

Dan mengapa saya menyebut-pendapat pribadi lho- marboth itu sebagai amanah yang dahsyat, karena banyak banget lho keistimewaan seorang marboth itu.

Pertama, marboth itu jasad dan insyaallah hatinya juga terikat bahkan sudah diikat di masjid. Keistimewaanya adalah bahwa pemuda yang hatinya selalu terikat dengan masjid, akan mendapat naungan dari Allah ketika hari kiamat nanti. Dahsyat kan. Semoga kita semua mendapatkan itu, amiin.

Kedua, tugas marboth itu adalah memakmurkan –membersihkan dan memberikan wewangian salahduanya- masjid yang notabene digunakan oleh ratusan, ribuan, bahkan umat untuk shalat, berdo’a, berdzikir kapada Rabb-nya dan bermusyawarah menuju kemenangan dakwah. Seperti kutipan diawal, bisa dibayangkan besarnya pahala yang mengalir kapada para pemakmur masjid ini (marboth-red) yang telah memfasilitasi para hamba Allah itu. Dahsyat banget kan..
Ada yang ketiga nih, tugas marboth juga adalah sebagai muadzin. Ketika marboth adzan, mungkin jutaan umat muslim telah diingatkan untuk melaksanakan shalat. Mereka berbondong-bondong meninggalkan urusan dunia sejenak untuk memfokuskan diri bersimpuh kepada Sang Pencipta. Dari sanalah tidak sedikit pahala yang mengalir dengan derasnya kepada marboth. Dahsyat kan..

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)

Begitulah yang baru saya mengerti tentang kemarbothan ini. Alhamdullillah melalui kegiatan Ujian Marboth yang diisi oleh ustadz-ustadz, saya makin mantap dan semangat menjalani hidup sebagai marboth. Saya sadar bahwa ini adalah nikmat Allah yang tiada terkira sebagai kesempatan buat saya untuk lebih bermanfaat bagi orang lain. Semoga saya, kami para Marbothillah bisa senantiasa bersabar dan istiqomah dalam menjalani amanah yang sering dianggap sepele ini. Semoga kami juga bisa senantiasa rendah hati tidak riya dengan apa yang kami lakukan. Semoga Allah selalu memberikan keikhlasan kepada kami. Allohuakbar Allohuakabar Allohuakbar...
I'm proud to be a Marbothillah.
Activis manis

Cinta Sejati itu Membahagiakan

http://suryarahadianto.files.wordpress.com/2011/02/happy.jpg
" Cinta Sejati adalah bahagia saat melihat pihak yang dicintai dalam keadaan bahagia, bukan menuntut pihak yang dicintai untuk membahagiakan kita tanpa peduli apakah pihak tersebut merasa bahagia dalam dirinya".  Kalimat tersebut keluar dari Bunda saat pertama kali saya utarakan diri untuk menikah. Sebuah kalimat nasihat yang sederhana namun benar-benar telah meniupkan angin kesejukan dalam diri ini.

Nasihat ini bukanlah hanya sekedar susunan kata-kata yang hanya teoritis, namun memang sebuah nasihat kehidupan yang sebelumnya sudah dipraktekan oleh Bunda sendiri. Selama berpuluh-puluh tahun Bunda telah mempraktekanya kepada orang-orang yang terkasih, termasuk diri ini.

Suatu ketika kelelahan diri setelah beraktifitas seharian tak menghalangi Bunda untuk merelakan diri menghangatkan nasi meski hari sudah larut, saat saya tidak mau makan karena nasinya sudah dingin. Sentuhan kasih abadi yang telah mengikis habis kelelahan menjadi sebuah kebahagiaan saat orang yang terkasih bahagia, kala itu saya akhirnya mau memakan nasinya.

Spirit cinta juga telah Ayah torehkan kepada saya dimasa yang silam, Ayah akhirnya memilih berjalan kaki sejauh 10 km dari kota untuk pulang kerumah, hanya dikarenakan uang yang dimilikinya sudah habis dan yang tersisa hanya tinggal 2000 rupiah yang akhirnya untuk membeli bubur kacang hijau kesukaan saya. Rasa letih dalam diri terasa terbang menjauhi kala itu saat Ayah melihat betapa lahapnya saya memakan bubur kacang hijaunya.

Yah, betapa indahnya dan memang indah ternyata apa yang Bunda nasihatkan itu, kini setelah saya coba kerjakan kepada orang yang sangat terkasih yaitu Istri dan kedua jundi yang sangat lucu. Sebuah komitment diri untuk selalu memberikan kebahagiaan kepada orang-orang yang terkasih.

Sungguh inilah cinta sejati yang sangat indah saya rasakan sampai saat ini, berusaha terus memberikan sebuah kebahagiaan hingga orang-orang yang terkasih benar-benar dapat tersenyum lepas dalam lautan kebahagiaan.

Eko S

Menjaga Hati

Suatu hari terjadi percakapan antara saya dengan seorang senior di kampus, ketika saya masih di bangku kuliah. Di pembicaraan itu, senior saya mengkritik perilaku teman-teman mahasiswa aktivis dakwah yang suka menundukkan pandangannya ketika berbicara dengan lawan jenis. Senior saya berkata, "Katanya jaga hijab… Yang perlu dihijab kan hati. Walau pun tidak melihat tapi hatinya bermain, kan sama saja bohong. Lebih baik hati yang dihijab." Seperti itu lah kira-kira.

Saat itu saya mangut-mangut. Ungkapan itu terdengar logis.


Berapa lama kemudian di sebuah pengajian, terdengar kritik dari seorang anggota pengajian (dia adalah senior saya yang lain) kepada para aktivis dakwah kampus yang menyepelekan hijab. "Mereka bilang ghodul qulub (menjaga hati) lebih penting, kemudian menyepelekan ghodul bashor (menjaga pandangan). Padahal yang benar ghodul bashor ilaa ghodul qulub (menjaga pandangan untuk menjaga hati). Jaga pandangan dulu untuk kemudian jaga hati!"


Nah lho… saya termangut-mangut lagi. Mana yang benar?


Yang ditawarkan oleh senior pertama adalah penjagaan yang langsung di pusatnya: hati, daripada bersusah-susah menjaga pandangan. Tapi menurut senior kedua, tidak mungkin menjaga hati apabila tidak menjaga pandangan.


Sejauh mana kita bisa menjaga hati? Yang ditawarkan oleh senior pertama adalah kita mengontrol langsung hati kita sendiri. Pertanyaannya, bisa kah kita mengontrol atau mengendalikan hati kita?


Bahwa kondisi hati mengendalikan kita, jelas sekali dalilnya. “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk, maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari)


Lalu, sekali lagi, sejauh apa kendali kita terhadap hati?


Di surat Al-Anfal ayat 24, Allah swt berfirman, "…ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." Maksudnya adalah Allah lah yang menguasai hati seorang hamba.


Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Abu Syaibah, Aisya rha., berkata, “Nabi SAW sering berdoa dengan mengatakan, ‘Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.’ Aku pernah bertanya, ‘Ya Rasulullah, kenapa Anda sering berdoa dengan menggunakan doa seperti itu? Apakah Anda sedang merasa ketakutan?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada yang membuatku merasa aman, hai Aisyah. Hati seluruh hamba ini berada di antara dua jari Allah Yang Maha Memaksa. Jika mau membalikkan hati seorang hamba-Nya, Allah tinggal membalikkannya begitu saja.’”


Dari ayat dan hadits di atas, jelas sekali bahwa hati seorang hamba ada pada kekuasaan Allah swt.


Ketika kita diperintahkan untuk menjaga hati, maka kita diperintahkan untuk tidak mengotori hati. Kotornya hati adalah karena maksiat. Maksiat yang kita lakukan seperti noda yang menutupi hati kita. "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (Al-Muthofifin : 83)


Hati yang tertutup noda maksiat ini akan menjadi hati yang sakit, bahkan berpeluang menjadi hati yang mati. Dengan istighfar dan taubat lah noda yang menutupi hati bisa dibersihkan.


Lalu yang termasuk maksiat adalah melihat hal-hal yang diharamkan Allah untuk dilihat. "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya”" (QS. An-Nuur : 30-31).


Karena itu, saya rasa pernyataan senior yang kedua lebih tepat: ghodul bashor ilaa ghodul quluub (menjaga pandangan untuk menjaga hati). Bagaimana mungkin kita menjaga hati sementara indera kita dibiarkan bermaksiat?


*****


Manusia tidak punya kontrol langsung terhadap hatinya. Allah lah yang punya kontrol langsung. Allah bisa membalikkan hati seorang hamba, dari semangat untuk beribadah kemudian hatinya tidak dalam keadaan mood untuk beribadah, atau istilahnya futur. Itulah mengapa Rasulullah saw berdoa agar Allah menetapkan hatinya pada ketaatan, jangan sampai Allah membalikkan hatinya pada ketidak-taatan.


Yang diharapkan adalah ketika berada pada masa jenuhnya, seseorang tetap berada dalam sunnah Rasulullah saw. “Setiap amalan ada masa semangatnya, dan masa semangat ada masa jenuhnya. Barangsiapa kejenuhannya kembali kepada sunnahku berarti dia telah berbahagia, dan barangsiapa yang kejenuhannya tidak membawa dia kepada yang demikian maka dia telah binasa.” (HR. Ahmad, lihat Shahih At-Targhib


Kendali manusia terhadap hatinya diperantarai oleh perbuatan yang ia lakukan. Manusia tidak bisa secara langsung membersihkan hatinya, melainkan ia terlebih dahulu harus melakukan taubat dan ketaatan-ketaatan yang menyempurnakan taubatnya.


Terbolak-baliknya hati manusia ada korelasinya dengan amal yang ia upayakan. Keimanan itu bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan, berkurang karena kemaksiatan. Iman yang turun/berkurang berimplikasi pada keadaan jenuh seseorang. Kejenuhan itu bisa berawal dari kemaksiatan yang ia lakukan. Dan keadaan semangat seseorang terjadi mana kala imannya sedang naik atau bertambah. Hal itu diletupkan oleh ketaatan yang ia perbuat.


Oleh karena itu, agar Allah senantiasa memposisikan hatinya pada semangat beribadah, seorang hamba harus berupaya menjaga ketaatannya dan menjaga inderanya untuk tidak bermaksiat kepada Allah sehingga hatinya bersih. Kalau tidak, Allah akan membalikkan hatinya karena hatinya dikerumuni oleh noda-noda maksiat.


*****


Kedengkian, riya’, dan dendam, dan penyakit hati lain yang bersarang pada hati kita sebenarnya melewati indera kita terlebih dahulu. Yaitu berawal dari lintasan pikiran. Allah masih mengampuni lintasan pikiran ini. Tapi segeralah berlindung kepada Allah dari penyakit hati dan bertaubatlah dari penyakit hati yang telah terlanjur bersarang.


Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Allah mengampuni dari umatku terhadap apa yang masih terlintas di dalam hati mereka (Hadits Shahih, Irwaa`al Ghalil VII/139 nomor 2026)


Biasanya godaan ingin dipuji muncul setelah beramal sholeh. Kalau kita cepat tersadar, maka pikiran itu tidak akan mengendap di hati. Begitu juga dengan kebencian atau iri hati terhadap orang lain, bersegeralah berlindung kepada Allah saat terlintas pikiran tersebut pertama kali. Kalau terlambat, penyakit itu akan bersarang. Dan penyakit-penyakit itu tidak akan bersarang kecuali kalau pada lingkungan yang memungkinkannya untuk hidup, yaitu hati yang kumuh dan berpenyakit karena kemaksiatan kepada Allah swt. Dan lintasan pikiran itu sendiri tidak akan mudah tercetus kecuali dari pikiran yang sakit, yang diakibatkan oleh hati yang sakit.


Kalau pikiran itu terlalu sering melintas, bermuhasabahlah. Khawatirnya hati kita sudah menjadi sarang penyakit. Kalau benar, maka segeralah bertaubat.


Jagalah indera kita dari bermaksiat kepada Allah, agar hati kita terjaga kebersihannya.


Allahu’alam bish-showab.

Merenungi Perubahan

Entah mengapa saya sedang ingin menulis tentang perubahan. Mungkin  karena saya sedang senang bereksperimen, learning by doing dalam pendidikan anak-anak saya. Mungkin juga karena  diam-diam saya senang mengamati orang-orang di sekeliling saya yang berubah dari tahun ke tahun, menjadi lebih arif, lebih sabar, lebih baik dari saat pertama kali saya bertemu dengannya. Dari sini saya mencoba menggali, apa sebenarnya rahasia dari perubahan.

Pertama, ilmu dan pemahaman yang terus bertambah. Ilmu yang datang dari ketelatenan dan keseriusan dalam mengkaji nilai-nilai Islam. Di antara berbagai kesibukan yang dijalani, sekolah, bekerja, aktivitas organisasi dan lain sebagainya, agenda ta'lim tetap terselip dan tak pernah terlewat untuk diikuti.

Meskipun hanya mengkaji diantara teman-teman-teman yang ilmunya mungkin tidak berbeda jauh, tetapi selalu ada saja ilmu baru yang bisa diambil di sela-sela merenungi mata air ilmu Al-qur'an dan hadist ini. Tentu saja sesekali perlu bantuan dari ustadz yang memiliki kapasitas pemahaman Islam yang lebih mendalam, dan itu sangat langka ditemui di bumi sakura ini.

Kedua, berinteraksi dengan masyarakat. Ilmu dan pemahaman keislaman yang didapat, tidak akan mungkin bisa terasa pengaruhnya tanpa bergaul intens dengan masyarakat. Bergaul, berinteraksi, take and give saling memberi manfaat dari interaksi itu, membuat apa yang didapat di majlis-majlis ilmu menemukan ruang aplikasinya.

Sejauh mana ilmu itu sudah meresap di dalam diri? sejauh mana nilai-nilai persaudaraan, saling menghargai perbedaan, menjaga akhlak yang tadinya berada dalam tataran teori, bisa keluar, terlatih dan menjadi akhlak yang menyatu dalam keseharian?

Di awal mungkin gagal, berjarak dan terasa canggung bergaul. Namun lama kelamaan menjadi luwes, dan akhirnya terasa nyaman membawa diri tanpa harus melepas jati diri.

Dari masyarakat juga ilmu-ilmu kehidupan bisa di dapat. Saling berbagi pengalaman, saling bercerita tentang tips-tips mengatasi kesulitan, membuka diri menyerap ilmu-ilmu itu membuat seseorang menjadi lebih "kaya" dan lebih bijak.

Ketiga, adakalanya perubahan itu harus diawali dengan berpindah dari lingkungan lama ke lingkungan baru. Ketika lingkungan lama tidak terlalu mendukung perubahan kita untuk menjadi lebih baik, maka perlu berpindah dulu, mencari teman-teman yang baik, mencari komunitas yang baik.

Orang-orang baik akan mendukung perubahan seseorang menjadi lebih baik. Kalau sulit menemukan komunitas seperti itu, minimal bersama-sama dengan orang yang juga sedang belajar menjadi lebih baik.

Merantau, tinggal sendiri di tempat yang jauh, sering menjadi ujung tombak perubahan menjadi lebih baik. Karena merantau membuat orang lebih paham kerasnya kehidupan. Untuk bisa survive, perlu kesabaran menjalani perbedaan bahasa, tingkah laku dan adat yang berbeda di tempat yang baru.

Keempat, Seringkali perubahan seseorang berawal dari takdir yang tidak menyenangkan. Bangkrut, gagal mencapai suatu tujuan, gagal dalam pertemanan, dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya mendorong seseorang mencari solusi keluar dari masalah yang dihadapinya.

Solusi yang yang sering dipakai adalah mengubah sikap, tingkah laku dan kebiasaan, dari negatif menjadi positif. Sifat malas belajar, diubah menjadi rajin dan tekun. Sifat meledak-ledak, pemarah dan sangat sensitif diubah menjadi lebih sabar dan positive thinking.
Kelima, perubahan status bisa juga menjadi pencetus perubahan seseorang. Dari sendiri, menikah dan punya anak, di setiap fase butuh keterampilan tersendiri agar bisa smooth dalam menjalaninya.

Keterampilan komunikasi dan berusaha membentuk tim kehidupan, tak bisa dilakukan kalau tidak memangkas sifat-sifat egois yang masih dimiliki. Bagaimana menjaga hubungan dengan pasangan, dengan keluarga sendiri dan keluarga pasangan, serta dengan anak-anak, perlu kemampuan komunikasi yang diperbaiki terus menerus. Mau tidak mau setiap orang harus berubah ketika perubahan status terjadi.

Itulah beberapa hal yang menunjang perubahan karakter seseorang. Bukan sesuatu yang mudah, dan tidak pula bisa terjadi dalam waktu singkat. Tapi bila ada semangat untuk selalu berubah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, disertai do'a kepada Allah agar melimpahi kebaikan dalam hidup ini, insya Allah, jalan-jalan perubahan itu selalu terbentang dihadapan kita. 

Yuk, Berubah..
By: Vie Hikari

Minggu, 05 Februari 2012

Jagat Raya Berbicara tentang Allah

Oleh: bhintoro shati aji
 

dakwatuna.com – Pernahkah kita berfikir tentang semua yang ada di dunia ini atau mengapa ada jagat raya ini..! Mungkin kita pernah melakukannya dan memang sebagai mahkluk yang diberi akal sudah seharusnya kita gunakan untuk bertafakur dan mentadaburi jagat raya tempat kita berpijak ini bahkan mentadaburi diri kita sendiri.  Setiap manusia terlahir ke bumi tanpa tahu siapa dirinya, dan siapa pula bumi yang dihuninya, apalagi jagat raya mahaluas yang melingkupinya. Jagat raya berisi sekitar 300 miliar galaksi. Salah satu dari galaksi ini adalah Galaksi Bima Sakti, yang terdiri atas sekitar 250 miliar bintang. Matahari kita hanyalah salah satu dari bermiliar bintang ini. Begitulah, masih terdapat lebih banyak bintang di jagat raya daripada butiran pasir di seluruh pantai di bumi, dan Matahari kita hanyalah salah satu butiran pasir ini. Bumi tempat tinggal kita tidaklah lebih besar dari sebutir pasir tersebut. Sedangkan manusia, makhluk kecil penghuni bumi, ia bukanlah apa-apa di dalam jagat raya maha luas ini.
Dari segi ukurannya, manusia bak sebutir debu di padang pasir nan luas, sesuatu yang tak berarti dalam alam semesta tak bertepi. Dilihat dari kekuatannya, manusia pun makhluk yang teramat lemah, jauh lebih lemah dari kekuatan alam ini. Dari virus tak kasat mata yang mampu menjadikannya sakit tak berdaya; hingga hujan, gunung dan gempa bumi yang dapat melenyapkannya dari muka bumi. Begitulah, kehidupan manusia seolah tak berarti jika dilihat dari ukuran dan kekuatannya, dibandingkan dengan ukuran alam semesta dan kedahsyatan peristiwa alam. Namun, benarkah hidup manusia tanpa arti? Jika makna hidup memang tiada, mengapa manusia perlu ada? Jika mata yang melihat pemandangan, telinga yang mendengar suara, lidah yang mengecap rasa, dan kulit yang meraba benda ini tidak memiliki makna apa pun, lalu untuk apa semua ini ada? Mengapa manusia mesti hidup di muka bumi jikalau pada akhirnya semua mereka kan pasti sirna, terhempaskan oleh penyakit mematikan, usia senja, kecelakaan, gempa bumi, letusan gunung, serta dahsyatnya kekuatan alam lainnya yang menerpa mereka? Mengapa manusia mesti hadir di dunia, mengapa mereka mesti hidup, menderita, tertawa, bahagia, dan akhirnya harus mati…??? Apakah semua ini ada artinya???
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?”
Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?”
(QS. Al Mu’minuun, 23: 84-87)
Dari segi ukurannya, manusia bak sebutir debu di padang pasir nan luas, sesuatu yang tak berarti dalam alam semesta tak bertepi… Benar, semua ini nyaris tanpa arti jika kita pahami sebatas pada ukuran dan kekuatan manusia, sebab banyak makhluk atau benda di alam ini yang jauh lebih berarti, jauh lebih besar dan jauh lebih dahsyat dari manusia. Namun sesuatu telah memiliki arti karena keberadaannya, sebab untuk apa menanyakan makna atau arti sesuatu yang tidak pernah ada? Ketika arti keberadaan sesuatu telah kita pahami, maka ukuran, kekuatan, kedahsyatan dan segala ciri yang lain pun akan tampak bermakna di hadapan kita. Begitulah, keberadaan manusia memunculkan makna keberadaan serta kehidupan manusia itu sendiri. Sebagaimana keberadaan alam semesta beserta segala isi dan kedahsyatannya yang pastilah mendorong kita juga bertanya akan arti keberadaannya.
Yang pasti, kesempurnaan dan kehebatan seluruh makhluk hidup dan tak hidup di alam ini mengatakan kepada akal dan hati nurani manusia akan satu hal: semua mereka diciptakan dengan tujuan yang pasti dan benar. Dan tujuan itu adalah agar manusia yang berakal dan bernurani ini mampu menyibak misteri alam, termasuk dirinya sendiri, bahwa semua ini ada karena diciptakan dengan makna dan tujuan yang pasti. Dialah Allah, Penguasa dan Pemilik Kekuatan di balik keajaiban dan kedahsyatan fenomena alam ini, yang semuanya diciptakan-Nya agar manusia mampu mengenal keberadaan dan sifat-sifat-Nya. Lebih dari itu, alam ini dicipta agar manusia senantiasa mengingat akan keagungan Pencipta-Nya dan kelemahan dirinya; agar menjadi sarana yang menjadikannya hamba yang bertaqwa.
Apa yang ada di langit dan bumi membaca tasbih. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Hasyr: 24).
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi” (QS. Al-Jumu’ah: 1).