Kamis, 30 Juni 2011

Bercermin

Apa Pantas Berharap Surga ???

Sholat dhuha cuma dua rakaat,

qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat,

itu pun sambil terkantuk-kantuk.

Sholat lima waktu? Sudah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek pula...

Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah,

Dilipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu.

Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib.

Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk

catatan:......

"Kalau tidak terlambat" atau "Asal nggak bangun kesiangan". Dengan sholat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?

Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya....

dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah.

Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya.

Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap ....

Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka.

Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas ....

menuju sumber panggilan, ....

kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh....

di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.

Baca Qur'an sesempatnya, tanpa memahami arti dan maknanya,

apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya.

Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar,

Padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah .....

ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya.

Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin.

Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku beriman?

Tida k sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka ...

untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah.

Sesekali mereka terhenti, .......

tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam ....

dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya.

Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan tetes air mata.

Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuh karena....

lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi..

Bersedekah jarang, begitu juga infak.

Kalau pun ada, itu pun dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet.

Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama juga jarang,

paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial,

yah hitung-hitung ikut meramaikan.

Sudahlah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit, senyum.

Apa sih susahnya senyum?

Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan

dan Kasih Allah?

Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya,

tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata miliki Khadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain.

Juga bukan teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya.

Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, ... bahkan kepada musuhnya sekali pun.

Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba

beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.

Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelah kanan, .... ya tetangga sebelah kiri.

Seringkali masalahnya cuma soal sepele dan remeh remeh,

tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari,

kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan.

Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri.

Detik demi detik dada ini terus jengkel...

setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang lain celaka ... atau mendapatkan bencana.

Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini?

Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasu lullah kelak?

Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah kelak.

Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik wajah indah pula.

Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu?

Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?

Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat.

Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalah lagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah.

Padahal mereka tak butuh apa pun ... selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan ......

dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga dara h.

Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah?

Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih.

Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh surga.

Bukankah Rasulullah yang tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian nama Ayah?

Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat ...... masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan?

Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu.

Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu...

hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka?

Jangan tunggu penyesalan. .....

Bagaimanakah sikap kita ketika bersimpuh di pangkuan orang tua ....

ketika iedul Fitri yang baru berlalu ....???

Apakah hari itu....hanya hari biasa yang dibiarkan berlalu tanpa makna.........???

Apakah siang harinya....kita sudah mengantuk....dan akhirnya tertidur lelap...?

Apakah kita merasa sulit tuk meneteskan air mata...???

atau bahkan kita menganggap cengeng......??? sampai sekeras itukah hati kita....???

Ya...Allah .....ya Rabb-ku......jangan Kau paling hati kami menjadi hati yg keras......, sehingga meneteskan air matapun susah....... merasa bersih......merasa suci.... merasa tak bersalah......merasa tak butuh orang lain...... merasa modernis.....dan visionis.........

Padahal dibalik cermin masa depan yang kami banggakan..... terlukis bayang hampa tanpa makna.....dan kebahagiaan semu penuh ragu.....

Astaghfirullaah ......

Yaa Allah...ampunilah segenap khilaf kami.

Amin

Hiasi hidup dengan ibadah, jalin ukhuwah tegakkan dakwah
http; maknunah.multiplay.com

ISRA' MI'RAJ CINTA 1

oleh: Rohmat Nurhadi Alkastani

Tahukah kita bahwa Allah memperjalankan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aq'so hingga Sidratul Muntaha atas dasar CINTA dan untuk CINTA..? Jika belum tahu semoga cerita ini membuat mata kita terbuka bahwa cinta adalah KEKUATAN.

...

Nabi di Isra' Mi'rajkan pada tahun yang disbut A'mul Husni (Tahun kesedihan) karena pada tahun itu beliau ditinggal oleh dua orang yang paling beliau cintai di dunia ini sekaligus, yaitu Pamannya (Abi Tolib) yang selalu melindungi dan membela beliau dalam dakwahnya dan juga istri yang paling beliau cintai (Siti Khadijah). Apakah kita tidak pernah mengetahui betapa cintanya beliau kepada Siti Khadijah yang selalu beliau panggil dengan panggilan sayangnya "Ya Khumairoh" (Kemerah-merahan)? Jika belum maka bacalah dengan hati kisah di bawah ini!



Ketika Siti Khadijah telah wafat, Nabi pernah menyembelih sebuah hewan kurban untuk di bagi-bagikan kepada umatnya. Saat orang-orang sudah antri untuk mengambil daging kurban, terlihat ada seorang nenek tua sedang berdesak-desakkan di belakang antrian. Lalu beliau memrintahkan sahabatnya untuk memanggil nenek itu ke depan dan memberinya bagian daging kurban lebih awal dan lebih banyak dari yang lain. Maka sahabat itu bingung dengan apa yang dilakukan beliau, namun ia tak berani menanyakannya. Kemudian ia mengadukannya kebada istri tercinta beliau yang sangat cantik dan masih sangat muda yaitu Siti Aisyah untuk menanyakannya.



Saat Siti Aisyah menanyakan hal itu kepada Nabi Muhammad, lantas beliau menjawab "Nenek itu adalah orang yang menjaga dan merawat dan menjadi teman yang paling setia almarhum istriku Siti Khadijah, dari ia kecil hingga ia wafat. Apakah aku salah jika karena rasa cintaku kepadanya membuat aku amat berhutang budi terhadap seseorang yang paling berjasa dalam hidupku, karena telah menjaga dan memberikan istru yang mulia seperti Siti Khadijah kepadaku, meskipun kini ia telah tiada?" Mendengar hal itu Siti Aisyah amat cemburu, dan dalam riwayat disebutkan bahwa seumur hidupnya Siti Aisyah baru cemburu terhadap Rosulullah.



Lalu tahukah kita kenapa beliau amat mencintai Siti Khadijah? Diriwatkan bahwa Nabi pernah bertanya kepada istrinya (Siti Khadijah), "Wahai istriku, apakah engkau mencintai aku sebagai suamimu?" Maka jawab Istrinya "Tentu wahai suamiku tercinta." Maka Nabi kembali bertanya "Lalu apa buktinya?" Istri beliau kembali menjawab "Aku rela persembahkan seluruh hartaku untuk engkau gunakan dalam berjuang di jalan Allah." Nabi bertanya lagi "Lalu apakah engkau mencintaiku sebagai Rosulullah?" Istri beliau menjawab "Ya, aku lebih mencintaimu sebagai Rosulullah lebih dari pada engkau sebagi suamiku." Beliau lantas bertanya lagi "Apa buktinya?" Isri beliau kembali menjawab "Seandainya seluruh hartaku telah habis engkau gunakan untuk berjuang di jalan Allah maka aku rela memberikan jiwa raga dan hidupku untukmu berjuang di jalan Allah Wahai Rosulullah suamiku."



Namun beliau belum puas dan masih bertanya lagi "Lalu apakah engkau mencintai Allah?" Khadijah tak bosan menjawab "Aku mencintai Allah lebih dari apapun di dunia ini" Beliau tersenyum mendengarnya dan bertanya lagi "Apa buktinya?" Luar biasa Khadijah menjawab "Ketika jasadku telah dikubur, hancur dan hanya tinggal tulang-belulang yang tersisa, maka ketika engkau sedang di kejar-kejar oleh orang kafir karena ingin dibunuh dalam perjuanganmu menegakkan agama Allah dan engkau terjebak di ujung jurang, maka aku rela tulang belulangku dikumpulkan menjadi sebuah jembatan untuk engkau lalaui Ya Rosulallah suamiku, demi Allah."



Subhanallah, apakah tak pantas jika beliau sebagai suami dan juga Rosulullah jika amat mencintai Siti Khadijah istrinya...? dan tak pantaskah jika karena ditinggal wafat istri beliau yang amat beliau cintai itu kemudian beliau amat merasa kesepian dan sedih..?

Karena CINTA kepada KEKASIHNYA, kemudian Allah pun ingin menghibur Rosulullah dengan sebuah wisata Rohani yang di sebut ISRA' (perjalanan suci dari masjidil Haram ke Masjidil Aqso') dan MI'RAJ (dari Bumi ke Sidratul Muntaha/langit untuk bertemu Allah), dan dengan kendaraan istimewa ya...ng melebihi kecepatan cahaya yang disebut BUROGH.



Lagi-lagi kisah CINTA Allah tunjukan di sini, dalam perjalanan ISRA' bersama Burogh dan Malaikat Jibril, dari sekian banyak Allah tunjukkan keagungannya, diantaranya adalah diperlihatkannya kepada beliau beberapa makam yang bercahaya dan harum baunya. Lantas beliau bertanya kepada Jibril "Makam siap itu, wahai Jibril, kenapa bercahaya dan wangi..?" Maka Jibril menjawab "Itu adalah makam dari SITI MASYITOH dan keluarganya. Yaitu pembantu Fir'aun yang amat CINTA kepada Allah".



Jibril pun menceritakan kisah dari Siti Masyitoh kenapa bisa memperoleh kemuliaan itu di kuburnya. Dia adalah Siti Masyitoh, pembantu dari Raja Fir'aun yang dzalim dan ingkar kepada Allah. Dia adalah hamba yang sangat mencintai dan dicintai Allah. Suatu ketika, saat ia sedang menyisir rambut putri kesayangan Fir'aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh dan karena begitu cintanya ia kepada Allah maka terucaplah dari lisannya secara reflex kalimat-kalimat toyibah (Laa Ilaahaillallah/Tiada Tuhan selain Allah). Putri Fir'aun itu kemudian mengadukan hal itu kepada Ayahnya bahwa Masyitoh memiliki Tuhan selain ayahnya. Maka Fir'aun yang mengaku sebagai Tuhan memanggil Masyitoh untuk menghakiminya.



Awalnya Fir'aun membujuk Masyitoh untuk menyembahnya dan meninggalkan Allah dengan memberikan harta, namun ia tidak mau. Fir'aun pun marah dan memasukkannya dalam penjara tanpa makan dan minum. Bahkan kemudian memasukkan ular berbisa yang sangat banyak ke dalam penjara itu agar Masyitoh meninggalkan Allah sebagai Tuhannya. Namun semua sia-sia dan Masyitoh terus mengucap "LAA ILLAA HAILALLAH.." Karena masyitoh tetap pada pendiriannya lalu masyitoh pun di gencet di dengan batu di bawah terik matahari, namun Masyitoh terus mengucap "LAA ILLAA HAILALLAH.." Fir'aun pun tak sabar dan ingin membunuh Masyitoh dengan cara digoreng ke dalam kuali berisi minyak panas.



Semua rakyat dikumpulkan untuk menyaksikan hukuman itu agar mereka takut kepada Fir'aun. Namun sebelum Masyitoh digoreng, Fir'aun terlebih dulu menakut-nakuti Masyitoh dengan akan memasukkan anaknya yang pertama ke dalam kuali, namun Masyitoh tetap mengatakan "LAA ILLAA HAILALLAH..". Anaknya yang pertama pun rela mati demi cintanya kepada sang ibu, dan mati dalam penggorengan itu, lalu ruhnya keluar dan berbisik kepada ibunya "Wahai ibu, Allah pun menceintaimu." lalu anak keduanya pun di goreng namun masyitoh tetap mengucap " LAA ILLAA HAILALLAH" Setelah anaknya yang kedua dimasak dan mati, lalu ruhnya keluar dan berbisik kepada ibunya "Allah saat ini sangat merindukanmu." Kemudian anak masyitoh yang terakhir dan masih bayi pun tak luput dari kedzaliman Fir'aun dan ingin dimasak pula. Dalam hati Masyitoh amat mencintai anak-anaknya namun cintanya kepada Allah mampu mngalahkan segalanya, maka Masyitoh pun tahan hati untuk tidak menjerit melihat semua itu. Bayinya pun mati, dan ruhnya kembali keluar dan membisiki ibunya " Wahai ibuku, Allah telah menyiapkan tempat yang mulia bagimu di surga."



Hingga akhirnya karena Masyitoh terus mengucapkan "LAA ILLAHAILALLAH" maka Fir'aun pun tak sabar dan mengoreng Masyitoh hingga mati, dan luar biasa hingga detik terakhirnya Masyitoh terus mengucap "LAA ILLAA HAILALLAH.." Subhanallah ternyata Allah berkehendak menampakkan semua kejadian ruh anak-anak masyitoh yang berbisik kepada ibunya kepada mata Siti Asiyyah permainsuri dari Fir'aun, maka kemudian ia pun beriman kepada Allah dan menjadi satu-satunya penghuni kerajaan yang beriman kepada Allah di kerajaan Fir'aun sebagai pengganti Masyitoh tanpa sepengetahuannya. Hingga mengambil Nabi Musa sebagai anaknya.



Subhanallah apakah CINTA kita mampu seperti cinta masyitoh dan anak-anaknya kepada Allah. Apakah tak pantas jika Allah memberikan kemuliaan kepada mereka berupa kuburan yang bercahaya dan mewangi? dan tak pantaskah jika ISRA' dan MI'RAJ disebut penjelmaan dari CINTA yang hakiki milik Allah.....? Siapakah dari kita yang ingin seperti MASYITOH.....?????

Ternyata benar bahwa Isra' dan Mi'raj bukan hanya BUKTI CINTA melainkan juga UJIAN CINTA. Usai Nabi Muhammad sampai di Masjidil Aqso', beliau kemudian di tawari malaikat jibril dua buah minuman yaitu segelas KHOMER (sejenis anggur yang memabukkan) dan segelas SUSU untuk melepas penatn...ya. Saat itu Khomer belum diharamkan dan menjadi minuman kegemaran orang arab. Namun dengan bijak Rosulullah lebih memilih SUSU. Saat Jibril bertanya "Kenapa engkau memilih susu Ya Rosulullah?" Maka beliau menjawab "Aku Allah jadikan sebagai contoh untuk seluruh umat, apakah aku salah jika memilih sesuatu yang baik, bukan sesuatu yang aku suka?" Lalu Jibril menjawab "Engkau benar Ya Rosulullah. Jika engkau memilih Khomer maka seluruh umatmu akan berbuat kerusakan dan kehancuran." Itulah seharusnya cinta, kerena kita harus mengorbankan apa yang kita suka demi sesuatu yang baik bagi orang yang kita sayang.



Lalu mereka pun melanjutkan perjalanannya untuk MI'RAJ ke Sidrotul Muntaha, sebelum sampai ke sana, di setiap lapis langit beliau dipertemukan dengan para nabi pendahulunya. dan semua mengucapkan "Salam wahai Nabi yang paling di cintai Allah...." Hingga sampailah beliau di Sidrotul Muntaha dan bertemu dengan Allah.



Di sanalah beliau mendapatkan perintah sholat 50 waktu sebagai wujud cinta Allah yang ingin selalu berjumpa dengan hamba-Nya. Dan lagi-lagi CINTA membuktikan wujudnya. Setelah beliau mendapatkan perintah itu kemudian beliau teurun ke langit di bawahnya dan bertemu dengan Nabi Musa as, lantas beliau memberi salam dan bertanya "Wahai Muhammad kekasih Allah, oleh2 apa yang kau dapatkan dari Yang Maha Pengasih (ALLAH)?" beliau menjawab "Aku mendapatkan perintah sholat 50 waktu" Maka Nabi Musa memberi masukan kepada beliau "Wahai Muhammad Umatmu lebih kecil2 dari pada Umatku, sementara umatku pun tak mampu untuk melakukan ibadahnya yang hanya di perintahkan seminggu sekali, apalagi umatmua, mintalah kepada Allah agar dikurangi." Maka karena cinta beliau kepada umatnya beliau pun kembali naik dan minta pengurangan dari Allah hingga menjadi 45.



Lalu Nabi turun kembali dan bertemu dengan Nabi Musa lagi, maka Nabi Musa pun mengatakan "Jika umatmu harus sholat sebanyak itu, lalu kapan umatmu mencari Rizki dari Allah..? apa kau tidak takut umatmu banyak menyekutukan Allah?" Lantas lagi-lagi beliau naik dan meminta pengurangan dari Allah, hingga hal itu berulang sebnyak 9 kali hingga tinggal 5 waktu sholat saja yang diperintahkan oleh Allah, karena cinta Allah kepada Nabi dan Umatnya. Beliau pun bertemu lagi dengan Musa dan ditanya "Wahai Muhammad kenapa engkau tidak minta dkurangi lagi?" Beliau pun menjawab "Aku cinta kepada umatku melebihi cintaku peda diriku dan keluargaku, lalu apakah aku salah jika aku malu kepada Allah untuk meminta dikurangi lagi, padahal aku lebih mencintai Allah dari apapun? dan apakah aku salah jika karena cintaku pada umatku sehingga membuat aku ingin umatku lebih dicintai Allah dari pada umat yang lain, karena ibadahnya yang lebih dari merka itu?" Jika aku salah, maka Allah lah Yang maha benar."



Di sinilah Allah mengajarkan bahwa Allah mencintai hamba-Nya dan di sini pula Allah ingin menguji betapa cintanya Rosulullah kepada umatnya, dan di sini pula Allah ingin tahu betapa cinta beliau kepada-Nya. Sekarang tinggal Allah membuktikan cinta Hamba2-Nya kepada Allah dan Rosulnya.....

 BERSAMBUNG......

Selasa, 28 Juni 2011

Mengapa Rasul Menyuruh kita makan dan Minum sambil Duduk?

Mengapa Rasulullah melarang ummatnya minum berdiri. Dalam hadist disebutkan “janganlah kamu minum sambil berdiri” Ini dibuktikan dari segi kesehatan. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’ penyaringan yang berada di ginjal. Nah. Jika kita minum berdiri. Air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter. Inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itu penyebabnya.1.dari Anas r.a. dari Nabi saw.: “Bahwa ia melarang seseorang untuk minum sambil berdiri. Qatadah berkata, “Kemudian kami bertanya kepada Anas tentang makan. Ia menjawab bahwa itu lebih buruk.”Pada saat duduk, apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut.Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan. Adapun rasulullah saw pernah sekali minum sambil berdiri, maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat hanya sekali karena darurat!Manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum.Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, di mana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.Makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus.Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (vagal inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus-menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokkan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.Dari segi kesehatan. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringter. Sfringter adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada pos-pos penyaringan yang berada di ginjal. Nah. Jika kita minum berdiri. Air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih.Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disalurkan ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter. Inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itu penyebabnya.Diriwayatkan ketika Rasulullah s.a.w. dirumah Aisyah r.a. sedang makan daging yang dikeringkan diatas talam sambil duduk bertekuk lutut, tiba-tiba masuk seorang perempuan yang keji mulut melihat Rasulullah s.a.w. duduk sedemikian itu lalu berkata: “Lihatlah orang itu duduk seperti budak.” Maka dijawab oleh Rasulullah s.a.w.: “Saya seorang hamba, maka duduk seperti duduk budak dan makan seperti makan budak.” Lalu Rasulullah s.a.w. mempersilakan wanita itu untuk makan.Adapun duduk bertelekan (bersandar kepada sesuatu) telah dilarang oleh Rasulullah sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya Aku tidak makan secara bertelekan” (HR Bukhari).1.Dari Anas dan Qatadah, Rasulullah saw bersabda:Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri, Qotadahberkata:”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu kebih buruk lagi”. (HR.Muslim dan Turmidzi)bersabda Nabi dari Abu Hurairah,“Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabilakalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan !” (HR. Muslim)Rahasia MedisDr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata: “Minum dan makan sambil duduk, lebih sehat,lebih selamat, dan lebih sopan, karena apa yang diminum atau dimakan olehseseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapunminum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras kedasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalamwaktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudianmenyebabkan pernah sekali minum sambil disfungsi pencernaan. Adapun Rasulullahberdiri, maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk,seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakankebiasaan. Ingat hanya sekali karena darurat!Begitu pula makan sambil berjalan, sama sekali tidak sehat, tidak sopan, tidaketis dan tidak pernah dikenal dalam Islam dan kaum muslimin.Dr. brahim Al-Rawi melihat bahwa manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaantegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampumempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dandengan sempurna. Ini merupkan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semuasusunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisamencapai ketenangan yang merupakan syarat tepenting pada saat makan dan minum.Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, dimana syaraf berada dalamkeadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siapuntuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.Dr. Al-rawi menekankan bahwa makanan dan minuman yang disantap pada saatberdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi sarafkelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yangmengelilingi usus.Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidakberfungsinya saraf (Vagal Inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detakmematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus –menerus terbilangmembahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Paradokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yangbiasa bebenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalahsuatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisalewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’penyaringan yang berada di ginjal. Nah. Jika kita minum berdiri air yang kitaminum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika langsungmenuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter. Karena banyaklimbah-limbah yang menyisa di ureter. Inilah yang bisa menyebabkan penyakitkristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itupenyebabnya.Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan ototpada tenggorokan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, danterkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan,dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.Oleh karena itu marilah kita kembali hidup sehat dan sopan dengan kembali kepada adab dan akhlak Islam, jauh dari sikap meniru-niru gaya orang-orang yangtidak mendapat hidayah Islam.Sumber: Qiblati edisi 04 tahun II. Judul: Larangan Minum sambil berdiri, Hal 16

Senin, 27 Juni 2011

Dari Mata, Turun Ke Hati…


 

Akhwatmuslimah.com – Matahari telah tergelincir. Seorang lelaki terlihat bersegera menuju masjid ketika adzan zuhur dikumandangkan dari sebuah masjid kampus. Lelaki itu berwudhu dan menunaikan shalat nawafil. Lalu ia menjadi makmum di shaff terdepan. Shalat wajib ia laksanakan dengan ruku’ dan sujud yang sempurna. Setelah shalat tak lupa ia memuji nama Tuhannya dan memanjatkan doa untuk dirinya, ibu, ayahnya dan untuk ummat Muhammad saw yang sedang berjihad fii sabilillah.
Sebelum menuju kelas untuk kuliah, lelaki itu menyempatkan diri bersalam-salaman dengan beberapa jamaah lain. Dengan raut wajah yang bersahaja, ia sedekahkan senyum terhadap semua orang yang ditemuinya. Ucapan salam pun ditujukannya kepada para akhwat yang ditemuinya di depan masjid.
Lelaki yang bernama Ali itu kemudian segera memasuki ruang kelasnya. Ia duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku berjudul “Langitpun Terguncang’. Buku berisi tentang hari akhir itu dibacanya dengan tekun. Sesekali ia mengerutkan dahi dan dan sesekali ia tersenyum simpul.
Ali sangat suka membaca dan meyukai ilmu Allah yang berhubungan dengan hari akhir karena dengan demikian ia dapat membangkitkan rasa cinta akan kampung akhirat dan tidak terlalu cinta pada dunia. Prinsipnya adalah “Bekerja untuk dunia seakan hidup selamanya dan beribadah untuk akhirat seakan mati esok.”
Sejak setahun belakangan ini, Ali selalu berusaha mencintai akhirat. Sunnah Rasululah saw ia gigit kuat dengan gigi gerahamnya agar tak terjerumus kepada bid’ah. Ali selalu menyibukkan diri dengan segala Islam. Ia sangat membenci sekularisme karena menurutnya, sekulerisme itu tidak masuk akal. Bukankah ummat Islam mengetahui bahwa yang menciptakan adalah Allah swt, lalu mengapa mengganti hukum Tuhannya dengan hukum ciptaan dan pandangan manusia? Bukankah yang menciptakan lebih mengetahui keadaan fitrah ciptaannya?
Allah swt yang menciptakan, maka sudah barang tentu segala sesuatunya tak dapat dipisahkan dari hukum Allah. Katakan yang halal itu halal dan yang haram itu haram, karena pengetahuan yang demikian datangnya dari sisi Allah.
Sementara Ali membaca bukunya dengan tekun, dua mahasiswi yang duduk tak jauh dari Ali bercakap-cakap membicarakan Ali. Mereka menyayangkan sekali, Ali yang demikian tampan dan juga pintar, namun belum mempunyai pacar, padahal banyak mahassiwi cantik di kampus ini yang suka padanya. Tapi tampaknya Ali tidak ambil peduli. Sikapnya itu membuat para wanita menjadi penasaran dan justru banyak yang ber-tabarruj di hadapannya. Kedua wanita itu terus bercakap-cakap hingga lupa bahwa mereka telah sampai kepada tahap ghibah.
Ali memang tak mau ambil pusing tentang urusan wanita karena ia yakin jodoh di tangan Allah swt. Namun tampaknya iman Ali kali ini benar-benar diuji oleh Allah SWT.
Ali menutup bukunya ketika dosen telah masuk kelas. Tampaknya sang dosen tak sendirian, di belakangnya ada seorang mahasiswi yang kelihatan malu-malu memasuki ruang kelas dan segera duduk di sebelah Ali.
Ali merasa belum pernah melihat gadis ini sebelumnya.
Saat dosen mengabsen satu persatu, tahulah Ali bahwa gadis itu bernama Nisa.
Tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Jantungnya berdegup keras. Bukan lantaran suka, tapi karena Ali selalu menundukkan pandangan pada semua wanita, sesuai perintah Allah SWT dalam Al Qur’an dan Rasulullah saw dalam hadits.
“Astaghfirullah…!”, Ali beristighfar.
Pandangan pertama adalah anugerah atau lampu hijau. Pandangan kedua adalah lampu kuning. Ketiga adalah lampu merah. Ali sangat khawatir bila dari mata turun ke hati karena pandangan mata adalah panah-panah iblis.
***
Pada pertemuan kuliah selanjutnya, Nisa yang sering duduk di sebelah Ali, kian merasa aneh karena Ali tak pernah menatapnya kala berbicara. Ia lalu menanyakan hal itu kepada Utsman, teman dekat Ali. Mendengar penjelasan Utsman, tumbuh rasa kagum Nisa pada Ali.
“Aku akan tundukkan pandangan seperti Ali”, tekad Nisa dalam hati.
Hari demi hari Nisa mendekati Ali. Ia banyak bertanya tentang ilmu agama kepada Ali.
Karena menganggap Nisa adalah ladang da’wah yang potensial, Ali menanggapi dengan senang hati.
Hari berlalu… tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Ada bisikan yang berkata,
“Sudahlah pandang saja, toh Nisa itu tidak terlau cantik.. Jadi mana mungkin kamu jatuh hati pada gadis seperti itu”
Namun bisikan yang lain muncul,
“Tundukkan pandanganmu. Ingat Allah! Cantik atau tidak, dia tetaplah wanita.”
Ali gundah.
“Kurasa, jika memandang Nisa, tak akan membangkitkan syahwat, jadi mana mungkin mata, pikiran dan hatiku ini berzina.”
Sejak itu, Ali terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Nisa tentang agama, tanpa ghadhul bashar karena Ali menganggap Nisa sudah seperti adik… , hanya adik.
Ali dan Nisa kian dekat. Banyak hal yang mereka diskusikan. Masalah ummat maupun masalah agama. Bahkan terlalu dekat…
Hampir setiap hari, Ali dapat dengan bebas memandang Nisa. Hari demi hari, minggu demi minggu, tanpa disadarinya, ia hanya memandang satu wanita, NISA! Kala Nisa tak ada, terasa ada yang hilang. Tak ada teman diskusi agama…, tak ada teman berbicara dengan tawa yang renyah.., tak ada…wanita. DEG!!! Jantung Ali berdebar keras, bukan karena takut melanggar perintah Allah, namun karena ada yang berdesir di dalam hati…karena ia… mencintai Nisa.
Bisikan-bisikan itu datang kembali…
“Jangan biarkan perasaan ini tumbuh berkembang. Cegahlah sebisamu! Jangan sampai kamu terjerumus zina hati…! Cintamu bukan karena Allah, tapi karena syahwat semata.”
Tapi bisikan lain berkata,
“Cinta ini indah bukan? Memang indah! Sayang lho jika masa muda dilewatkan dengan ibadah saja. Kapan lagi kamu dapat melewati masa kampus dengan manis. Lagipula jika kamu pacaran kan secara sehat, secara Islami.. ‘Tul nggak!”
Ali mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Manalah ada pacaran Islami, bahkan hatimu akan berzina dengan hubungan itu. Matamu juga berzina karena memandangnya dengan syahwat. Hubungan yang halal hanyalah pernikahan. Lain itu tidak!!! Bukankah salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mengubur zina?”, bisikan yang pertama terdengar lagi.
Terdengar lagi bisikan yang lain, “Terlalu banyak aturan! Begini zina, begitu zina. Jika langsung menikah, bagaimana bila tidak cocok? Bukankah harus ada penjajakan dulu agar saling mengenal! Apatah lagi kamu baru kuliah tingkat satu. Nikah susah!”
Terdengar bantahan, “Benci karena Allah, cinta karena Allah. Jika pernikahanmu karena Allah, Insya Allah, Dia akan ridho padamu, dan akan sakinah keluargamu. Percayalah pada Tuhan penciptamu! Allah telah tentukan jodohmu. Contohlah Rasululah SAW, hubungan beliau dengan wanita hanya pernikahan.”
Bisikan lain berkata. “Bla.., bla.., Ali,… masa muda.., masa muda…, jangan sampai dilewatkan, sayang lho!”
Ali berpikir keras. Kali ini imannya benar-benar dilanda godaan hebat. Syetan telah berhasil membujuknya dengan perangkapnya yang selalu sukses sepanjang zaman, yaitu wanita.
Ali mengangkat gagang telepon. Jari-jarinya bergetar menekan nomor telepon Nisa.
“Aah.., aku tidak berani.” Ali menutup telepon.
Bisikan itu datang lagi, “Menyatakannya, lewat surat saja, supaya romantis…!”
“Aha! Benar! “ Ali mengambil selembar kertas dan menuliskan isi hatinya. Ia berencana akan menitipkannya pada teman dekat Nisa. Jantung Ali berdebar ketika dari kejauhan ia melihat Nisa terlihat menerima surat dari temannya dan membaca surat itu.
***
Esoknya, Utsman mengantarkan surat balasan dari Nisa untuk Ali, sembari berkata, “Nisa hari ini sudah pakai jilbab, dia jadi cantik lho. Sudah jadi akhwat!”
Ali terkejut mendengarnya, namun rasa penasarannya membuatnya lebih memilih untuk membaca surat itu terlebih dahulu daripada merenungi ucapan Ustman tadi.
Ali membaca surat itu dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar tak menyangka akan penolakan yang bersahaja namun cukup membuatnya merasa ditampar keras. Nisa menuliskan beberapa ayat dari Al Qur’an, isinya :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur : 30)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”(QS. Al Mu’minuun : 19).
Ali menghela nafas panjang… Astaghfirullah… Astaghfirullah… Hanya ucapan istighfar yang keluar dari bibirnya. Pandangan khianatku sungguh terlarang. Memandang wanita yang bukan muhrim. Ya Allah… kami dengar dan kami taat. Astaghfirullah… [SOA]
(Judul asli : Kala Iman Tergoda
Dengan revisi.
Pernah diterbitkan di Bulletin Biru SMUNSA Bogor No. 01/I/23 Shafar 1421 H)

Foto Cinta Kita



 

Akhwatmuslimah.com – Dua setengah tahun lalu ketika masih semester satu, saya melihat di sekret rohis, ada seorang senior saya tengah tertunduk dan menatapi foto-foto kegiatan da’wah masa lalu. Ia membuka setiap halaman album foto itu dengan penuh perasaan. Didekatnya ada setumpuk foto dari masa ke masa, dari satu kepengurusan ke kepengurusan lain. Dan ia berkata, ”Saya senang melihat foto-foto ini meskipun di foto ini tidak ada saya….. “ Saya tertegun dan masih tidak dapat memahami kata-katanya, karena bukankah biasanya manusia  akan senang melihat fotonya sendiri, barulah melihat foto orang lain?
Itu kejadian dua setengah tahun lalu. Dan kini saya tersenyum memandangi foto-foto kegiatan da’wah kampus masa lalu meski tak ada foto saya di dalamnya, mungkin persis seperti yang dilakukan oleh mbak itu. Ya, saya tersenyum … karena saya telah  mengetahui jawabannya dan saya merasakan hal yang sama dengannya.
Sungguh…, foto-foto itu tidak terjadi begitu saja, tidaklah mudah mewujudkannya. Manakala ada foto para akhwat berjejer, berjilbab rapi dan tersenyum penuh kekompakan, demi Allah.., sungguh untuk mewujudkan hal seperti itu ada pengorbanan para senior-senior kami atau dari teman-teman kami sendiri yang rela berkorban demi terbentuknya pribadi-pribadi muslim. Ada perjuangan mujahid dan mujahidah Allah, demi terselenggaranya suatu kegiatan. Perjuangan yang menurut saya tidak kalah hebatnya dengan perjuangan mujahid di medan perang. Ada tarbiyah yang terus menerus, pengkondisian lingkungan, konsolidasi internal eksternal, dan dauroh-dauroh.
Semoga foto-foto itu dapat menjadi saksi perjuangan dan ukhuwah islamiyah ikhwah di akhirat kelak. Kabulkanlah ya Allah….

Kisah Belas Kasihan Rasulullah SAW Terhadap Pelaku Kesalahan

Apabila pelaku kesalahan itu menunjukkan penyesalan atas kesalahan-kesalahannya dan bertobat secara sungguh-sungguh, maka Nabi Saw memperlihatkan belas kasihan kepadanya. Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi pada sejumlah orang yang minta fatwa kepada beliau.
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Abu Hurairah r.a berkata, “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw, seorang laki-laki datang seraya berkata, “Wahai Rasulullah, binasalah aku!”
Rasulullah bertanya, “Apa yang terjadi padamu?”
Laki-laki itu menjawab, “Aku telah melakukan hubungan suami-istri dengan istriku padahal aku sedang berpuasa Ramadhan.
Lalu Rasulullah Saw bertanya, ‘Apakah ada seorang hamba sahaya yang kamu merdekakan?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Nabi bertanya lagi, ‘Mampukah kamu melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Nabi bertanya lagi, “Apakah kamu mampu memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Abu Hurairah berkata, “Nabi Saw terdiam sejenak lalu pergi. Pada saat kami masih dalam keadaan terdiam seperti itu, beliau datang membawa sekeranjang kurma seraya bersabda, ‘Mana orang yang bertanya itu?”
Laki-laki itu menjawab, “Aku di sini.”
Nabi berkata, “Ambillah kurma ini dan bersedekahlah dengannya.”
Lalu laki-laki itu berkata lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah sedekah ini harus aku berikan kepada orang yang lebih miskin daripada aku? Demi Allah, tidak ada satu keluarga pun di antara dua distrik perkampungan ini yang lebih miskin dari aku!”
Mendengar jawaban dengan kata-katanya ini, Rasulullah tertawa hingga tampak gigi gerahamnya seraya bersabda, ‘Berilah keluargamu makanan dengan kurma ini.” [ANW]
Sumber : Kitab “Cara Nabi Saw Menegur dan Meluruskan Kesalahan”, Salih Al Munjid

Jagalah apa yang Allah berikan padamu

Rabi’ bin Khaitsam adalah seorang pemuda yang terkenal ahli ibadah dan tidak mau mendekati tempat maksiat sedikit pun. Jika berjalan pandangannya teduh tertunduk. Meskipun masih muda, kesungguhan Rabi’ dalam beribadah telah diakui oleh banyak ulama dan ditulis dalam banyak kitab. Imam Abdurrahman bin Ajlan meriwayatkan bahwa Rabi’ bin Khaitsam pernah shalat tahajjud dengan membaca surat Al Jatsiyah. Ketika sampai pada ayat keduapuluh satu, ia menangis. Ayat itu artinya, “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan (dosa) itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka. Amat buruklah apa yang mereka sangka itu!”
Seluruh jiwa Rabi’ larut dalam penghayatan ayat itu. Kehidupan dan kematian orang berbuat maksiat dengan orang yang mengerjakan amal shaleh itu tidak sama! Rabi’ terus menangis sesenggukan dalam shalatnya. Ia mengulang-ngulang ayat itu sampai terbit fajar.
Kesalehan Rabi’ sering dijadikan teladan. Ibu-ibu dan orang tua sering menjadikan Rabi’ sebagai profil pemuda alim yang harus dicontoh oleh anak-anak mereka. Memang selain ahli ibadah, Rabi’ juga ramah. Wajahnya tenang dan murah senyum kepada sesama.
Namun tidak semua orang suka dengan Rabi’. Ada sekelompok orang ahli maksiat yang tidak suka dengan kezuhudan Rabi’. Sekelompok orang itu ingin menghancurkan Rabi’. Mereka ingin mempermalukan Rabi’ dalam lembah kenistaan. Mereka tidak menempuh jalur kekerasan, tapi dengan cara yang halus dan licik. Ada lagi sekelompok orang yang ingin menguji sampai sejauh mana ketangguhan iman Rabi’.
Dua kelompok orang itu bersekutu. Mereka menyewa seorang wanita yang sangat cantik rupanya. Warna kulit dan bentuk tubuhnya mempesona. Mereka memerintahkan wanita itu untuk menggoda Rabi’ agar bisa jatuh dalam lembah kenistaan. Jika wanita cantik itu bisa menaklukkan Rabi’, maka ia akan mendapatkan upah yang sangat tinggi, sampai seribu dirham. Wanita itu begitu bersemangat dan yakin akan bisa membuat Rabi’ takluk pada pesona kecantikannya.
Tatkala malam datang, rencana jahat itu benar-benar dilaksanakan. Wanita itu berdandan sesempurna mungkin. Bulu-bulu matanya dibuat sedemikian lentiknya. Bibirnya merah basah. Ia memilih pakaian sutera yang terindah dan memakai wewangian yang merangsang. Setelah dirasa siap, ia mendatangi rumah Rabi’ bin Khaitsam. Ia duduk di depan pintu rumah menunggu Rabi’ bin Khaitsam datang dari masjid.

Suasana begitu sepi dan lenggang. Tak lama kemudian Rabi’ datang. Wanita itu sudah siap dengan tipu dayanya. Mula-mula ia menutupi wajahnya dan keindahan pakaiannya dengan kain hitam. Ia menyapa Rabi’,
“Assalaamu’alaikum, apakah Anda punya setetes air penawar dahaga?”
“Wa’alaikumussalam. Insya Allah ada. Tunggu sebentar.” Jawab Rabi’ tenang sambil membuka pintu rumahnya. Ia lalu bergegas ke belakang mengambil air. Sejurus kemudian ia telah kembali dengan membawa secangkir air dan memberikannya pada wanita bercadar hitam.
“Bolehkah aku masuk dan duduk sebentar untuk minum. Aku tak terbiasa minum dengan berdiri.” Kata wanita itu sambil memegang cangkir.
Rabi’ agak ragu, namun mempersilahkan juga setelah membuka jendela dan pintu lebar-lebar. Wanita itu lalu duduk dan minum. Usai minum wanita itu berdiri. Ia beranjak ke pintu dan menutup pintu. Sambil menyandarkan tubuhnya ke daun pintu ia membuka cadar dan kain hitam yang menutupi tubuhnya. Ia lalu merayu Rabi’ dengan kecantikannya.

Rabi’ bin Khaitsam terkejut, namun itu tak berlangsung lama. Dengan tenang dan suara berwibawa ia berkata kepada wanita itu,
“Wahai saudari, Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” Allah yang Maha pemurah telah menciptakan dirimu dalam bentuk yang terbaik. Apakah setelah itu kau ingin Dia melemparkanmu ke tempat yang paling rendah dan hina, yaitu neraka?!
“Saudariku, seandainya saat ini Allah menurunkan penyakit kusta padamu. Kulit dan tubuhmu penuh borok busuk. Kecantikanmu hilang. Orang-orang jijik melihatmu. Apakah kau juga masih berani bertingkah seperti ini ?!
“Saudariku, seandainya saat ini malaikat maut datang menjemputmu, apakah kau sudah siap? Apakah kau rela pada dirimu sendiri menghadap Allah dengan keadaanmu seperti ini? Apa yang akan kau katakan kepada malakaikat munkar dan nakir di kubur? Apakah kau yakin kau bisa mempertanggungjawabkan apa yang kau lakukan saat ini pada Allah di padang mahsyar kelak?!”
Suara Rabi’ yang mengalir di relung jiwa yang penuh cahaya iman itu menembus hati dan nurani wanita itu. Mendengar perkataan Rabi’ mukanya menjadi pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat. Air matanya meleleh. Ia langsung memakai kembali kain hitam dan cadarnya. Lalu keluar dari rumah Rabi’ dipenuhi rasa takut kepada Allah swt. Perkataan Rabi’ itu terus terngiang di telinganya dan menggedor dinding batinnya, sampai akhirnya jatuh pingsan di tengah jalan. Sejak itu ia bertobat dan berubah menjadi wanita ahli ibadah.

Orang-orang yang hendak memfitnah dan mempermalukan Rabi’ kaget mendengar wanita itu bertobat. Mereka mengatakan,
“Malaikat apa yang menemani Rabi’. Kita ingin menyeret Rabi’ berbuat maksiat dengan wanita cantik itu, ternyata justru Rabi’ yang membuat wanita itu bertobat!”
Rasa takut kepada Allah yang tertancap dalam hati wanita itu sedemikian dahsyatnya. Berbulan-bulan ia terus beribadah dan mengiba ampunan dan belas kasih Allah swt. Ia tidak memikirkan apa-apa kecuali nasibnya di akhirat. Ia terus shalat, bertasbih, berzikir dan puasa. Hingga akhirnya wanita itu wafat dalam keadaan sujud menghadap kiblat. Tubuhnya kurus kering kerontang seperti batang korma terbakar di tengah padang pasir. [ANW]

Apa jadinya bila seorang pemuda sholeh digoda oleh wanita cantik? Kepada para pelaku pornografi dan pornoaksi, bisa mengambil hikmah dari kisah ini. Kecantikan dan keindahan tubuh adalah ujian. Kisah ini pun bisa menjadi inspirasi bagi da’i dalam berdakwah. Bahwa berda’wah itu harus lemah lembut, bukan dengan kekerasan ataupun caci maki kepada pelakunya. Karena hati, hanya bisa disentuh oleh hati. Selamat membaca. semoga memberikan pencerahan bagi kita semua.

Sumber: Buku “Di Atas Sajadah Cinta… Kisah-Kisah Teladan Islami Peneguh Iman dan Penenteram Jiwa”

Jumat, 24 Juni 2011

Setan Pun Menyuruh Beribadah

Selasa, 21 Juni 2011 02:00 WIB
Oleh Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub

Sahabat Abu Hurairah RA pernah diamanati Nabi SAW untuk menjaga gandum hasil zakat. Tiba-tiba di malam hari, ada lelaki yang mencuri gandum itu. Ia lalu ditangkap oleh Abu Hurairah RA. "Kamu akan kubawa kepada Nabi SAW," kata Abu Hurairah kepada pencuri itu. Namun, pencuri itu memelas. Dengan bujuk rayunya, dia mengatakan, sudah seminggu anak dan istrinya belum makan. Abu Hurairah akhirnya melepaskan pencuri itu, dan memintanya agar tidak mencuri lagi.

Esoknya sehabis shalat Subuh, sebelum sempat melapor, Abu Hurairah justru ditanya oleh Nabi SAW. "Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi malam?" Abu Hurairah kemudian menjelaskan apa yang terjadi. "Ingat, nanti malam ia akan datang lagi," kata Nabi SAW. Benar, malam kedua pencuri tadi datang lagi. Dan, setelah mengambil gandum, ia ditangkap oleh Abu Hurairah. Ia juga memelas lagi dan Abu Hurairah pun tidak tahan sehingga pencuri itu dilepaskan lagi.

Esoknya, Nabi SAW bertanya lagi kepada Abu Hurairah, seperti kemarin. Abu Hurairah juga menjawab seperti itu. Nabi SAW mengingatkan lagi, pencuri itu nanti malam akan datang lagi. Dalam hati, Abu Hurairah RA berkata, "Nanti malam, dia tidak akan aku lepaskan lagi." Benar saja, pencuri itu datang untuk yang ketiga kalinya dan kembali mencuri gandum. Abu Hurairah kembali menangkapnya. "Sekarang, tidak mungkin aku lepaskan kamu. Kamu harus saya bawa kepada Nabi SAW."

Pencuri tadi sangat cerdik. Kepada Abu Hurairah, ia mengatakan, "Saya siap dibawa kepada Nabi SAW, tapi bolehkah saya berbicara, wahai Abu Hurairah?" Abu Hurairah berkata, "Silakan, mau bicara apa?" Si pencuri tadi berucap, "Wahai Abu Hurairah, maukah kamu saya beri wiridan?" "Tentu mau, wiridan apakah itu?" jawab Abu Hurairah penasaran. Memang, para sahabat senang dengan wiridan dan bacaan. Pencuri itu berkata, "Bacalah ayat kursi sebelum kamu tidur, Allah akan menjaga kamu dari godaan setan."

Mendengar kata-kata pencuri itu, Abu Hurairah terkesima, "Rupanya pencuri ini seorang ustaz." Akhirnya tanpa basa-basi lagi, Abu Hurairah melepaskan pencuri itu. Esoknya, Nabi SAW bertanya seperti pertanyaan yang kemarin. Abu Hurairah pun menjawab, "Pencuri tadi malam itu memberi wiridan kepada saya. Saya disuruh membaca ayat kursi sebelum tidur malam. Insya Allah, Allah akan menjaga saya dari gangguan setan," jawab Abu Hurairah. Nabi SAW berkata, "Apa yang dia katakan itu adalah benar, tetapi dia itu bohong." "Tahukah kamu, wahai Abu Hurairah, siapa pencuri itu? Dia adalah setan," kata Rasulullah SAW.

Kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu memberikan pelajaran bagi kita. Pertama, setan dari jenis jin dapat menjelma menjadi manusia. Kedua, setan dapat menyuruh manusia untuk beribadah, membaca Alquran, shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Abu Hurairah telah diluruskan oleh Nabi SAW sehingga ia tidak membaca ayat kursi karena mengikuti perintah setan, tetapi mengikuti perintah Nabi SAW. Sekiranya seseorang menjalankan ibadah tetapi dia mengikuti perintah setan dan bukan perintah Allah, maka dia telah beribadah kepada setan. Wallahu a'lam.

Kamis, 23 Juni 2011

Matinya Rasa Malu

Oleh Yuminah Rohmatulllah

Malu adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). "Malu adalah bagian dari keimanan seseorang." (HR al-Hakim dan Baihaqi).

Perasaan malu itu meliputi tiga hal. Pertama, malu kepada diri sendiri, yakni perasaan malu di dalam hati, di kala akan melanggar larangan Allah. Kedua, malu kepada orang lain, yakni menjaga semua anggota badan dan gerak-geriknya dari hawa nafsu. Setiap akan melakukan perbuatan yang rendah, ia akan tertegun, tertahan, dan akhirnya tidak jadi berbuat. Karena desakan malunya, takut berbuat yang buruk, takut menerima siksaan Allah di akhirat kelak. Ketiga, malu kepada Allah, artinya jika ia melakukan kekejian akan mendapat siksa yang pedih. Malu kepada Allah merupakan sendi utama dan dasar budi pekerti yang mulia. "Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar malu." (HR Tirmidzi).

Setiap orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari dirinya. Ibarat kendaraan, remnya sudah blong atau tidak dapat berfungsi lagi. "Jika engkau tidak tahu malu lagi, perbuatlah apa saja yang engkau kehendaki." (HR Bukhari dan Muslim).

Dapat dibayangkan, bila rasa malu itu telah hilang dalam diri seseorang, segala perilakunya makin sulit dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai perbuatan tak terpuji, seperti korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan aurat dengan pakaian yang seksi dan mini, berzina, mabuk-mabukan, pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan. Mereka sudah dikuasai oleh nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu serakah dan tidak ada lagi rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama dengan perilaku hewan yang tidak punya akal, kecuali sekadar nafsu.

Hilangnya rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada dirinya. "Sesungguhnya Allah SWT apabila hendak membinasakan seseorang, maka dicabutnya rasa malu dari orang itu. Bila sifat malu sudah dicabut darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan orang benci padanya. Jika ia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu akan mendapatinya sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah ia seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah tali Islam darinya." (HR Ibnu Majah).

"Malu adalah bagian dari keimanan seseorang." (HR al-Hakim dan Baihaqi). Hilangnya rasa malu, berarti mulai menipisnya rasa keimanan dalam dirinya. Dan, jika keimanan sudah semakin hilang, perbuatannya akan jauh dari rida Allah SWT. Naudzubillah.

Selasa, 21 Juni 2011

Akhwat : Jatuh Bangun Jilbabku


Oleh Eva Khofiyana
Pernah sekali waktu aku bertanya di dalam hati, “Kenapa ya teman-temanku pakai jilbab kok dilepas lagi?” Aku mengelus dada dan mencoba menjawab pertanyaan diriku.
Pernah sekali waktu aku bertanya di dalam hati, “Kenapa ya teman-temanku pakai jilbab kok dilepas lagi?” Aku mengelus dada dan mencoba menjawab pertanyaan diriku.
Bermacam-macam perkiraan yang terlintas di pikiran. Pakai jilbab nggak update, risih, panas, ribet. Mungkin seperti itulah alasan teman-temanku yang tak terlihat lagi pakai jilbab.
Di sekolah jilbab masih melekat di tubuh mereka. Aurat mereka tak terlihat. Terlihat anggun memang. Tapi entah kenapa setelah mereka keluar dari kewajiban sekolah untuk memakai jilbab, jilbab yang sungguh mulia ini dilepas begitu saja. Mereka dengan santai keluar rumah tanpa jilbab yang menutupi aurat mereka.
Aku melihat dari jendela teman bermainku dulu yang baru mengenakan jilbab, tiba-tiba keluar tanpa jilbab. Di jalan aku bertemu dengan teman sekolahku, dia pun sama dengan teman bermainku. Ada apa dengan mereka? Tidak hanya teman baikku saja yang seperti itu, tapi kebanyakan wanita di sekelilingku. Kenapa mereka begitu menyepelekan jilbab? Padahal terpampang jelas di Al-Quran maupun hadis. Apakah mereka tahu itu?
Aku pernah berbincang-bincang dengan teman-teman di kelas dan mereka kebanyakan tahu. "Kata orangtuaku kalau pakai jilbab jangan berlebihan, masa renang aja pakai kerudung,” kata teman baikku ketika dia duduk bersama denganku. Aku hanya diam saja. Aku masih belum berani untuk meluruskan perkataan temanku itu. Aku takut dikatakan sok pintar oleh temanku. Nyaliku kecil aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Ya Allah cukupkan hamba-hambamu ini ilmu.
Melihat keadaan teman-temanku itu, aku mulai berkaca dan sedikit-sedikit mengingat pengalamanku saat memulai mengenakan jilbab. Dulu sewaktu masuk jenjang SMP, ayahku menyuruhku memakai jilbab. Tapi apa yang keluar dari mulutku, kata “tidak” kulontarkan di saat ayahku sangat berharap aku memakai jilbab. Mengingat hal itu rasanya ingin sekali aku menangis. Kenapa dulu aku menolak permintaan ayahku. Waktu itu aku kan sudah baligh dan wajib memakai jilbab. Penolakanku didukung oleh ibuku. Kata ibuku aku masih kecil belum siap pakai jilbab.
“Sudahlah Pak jangan terlalu memaksa. Anak ini belum siap,” kata ibu karena ayah tidak bisa menjelaskan secara detil kenapa beliau menyuruhku memakai jilbab dan aku menunduk takut karena ayah memperlihatkan kekecewaannya seraya berlalu meninggalkan aku dan ibu. Maafkan aku ayah. Aku telah membuat ayah kecewa.
Sejak dulu memakai jilbab belum pernah terpikirkan sampai ayah memintaku untuk memakainya pun hal itu tidak terpikirkan. Aku masih menganggap jilbab itu ribet, panas, dan segala macam kesan negatif tentang jilbab. Memang sewaktu aku mengaji di kampung kalau pakai jilbab aku selalu ribut sendiri. Menceng sini lah, ketusuk jarumlah. Sehingga membuat ibuku berpikiran bahwa aku belum siap memakai jilbab dan menolak permintaan ayah.
Menginjak kelas dua SMP, ayahku sering membelikanku majalah religi. Tak lama berselang ayahku membelikanku majalah pemuda Islam dan kebetulan rubriknya khusu membahas tentang jilbab. Bahasan yang ringan dan mudah dimengerti, aku pun semakin tertarik dan semakin yakin bahwa aku harus memakai jilbab. Semakin sering ayahku membelikanku majalah tersebut, semakin terdorong semangatku untuk menggali ilmu agama.
Saat duduk kelas tiga SMP aku belum memakai jilbab. Tadinya aku sudah berniat untuk mulai memakai jilbab tapi karena aku sudah kelas 3 SMP dan sebentar lagi lulus, maka ibu menyarankan agar aku memakai jilbab pada waktu masuk SMA. Ya sudah aku mengikuti saran ibuku lagi. Tapi niatanku untuk memakai jilbab tetap harus kurealisasikan.
Aku mencoba keluar rumah dengan memakai jilbab. Pada awal mulanya aku agak canggung memakai jilbab. Tapi, aku coba membujuk diriku sendiri untuk tetap terus mengenakan pakaian mulia ini. Lama kelamaan aku mulai terbiasa keluar rumah memakai jilbab. Aku merasa aman dengan memakai jilbab ini. Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya waktu aku masuk bangku SMA. Karena di waktu itulah aku mulai menyempurnakan kewajibanku sebagai seorang muslimah yang sudah baligh.
Walaupun aku sudah memakai jilbab jika keluar rumah. Belum lengkap rasanya kalau sekolah tidak memakai jilbab. Perasaan tidak aman masih menyeruak di hatiku setelah aku tahu memakai jilbab adalah suatu kewajiban.
Tiga tahun sudah aku menjalani hari-hariku di SMP negeri tanpa jilbab. Sebelum aku tahu seluk beluk jilbab aku cueksekali dengan penampilan. Aku masih pakai baju ketat yang menampakkan lekuk tubuh. Hal itu terkadang mengundang pikiran negatif orang lain. Setiap berjalan selalu digoda oleh anak laki-laki di jalan. Mungkin ini sering dialami oleh banyak wanita yang belum memakai jilbab. Sekarang setelah aku tahu tentang jilbab, aku langsung membuang jauh-jauh pikiran negatif tentang jilbab. Bismillaahir rahmaanir raahim aku berniat pakai jilbab.
Memasuki jenjang SMA niatanku untuk memakai jilbab secara sempurna terealisasikan. Ternyata yang memakai jilbab di sekolahku banyak juga. Aku senang sekali melihat teman-teman satu sekolah yang memakai jilbab. Waktu pertama kali aku masuk SMA aku tidak begitu peduli dengan teman-teman yang terkadang mempermainkan jilbab karena dulu aku juga masih belia sehingga untuk mengingatkan temanku masih terganjal dengan kurangnya ilmu. Oleh karena itu, aku terus berusaha menambah ilmu agamaku.
Ketika mengikuti salat jamaah di mushola sekolah, aku melirik kakak kelas yang sedang berwudhu. “Kerudungnya kok besar sekali.” Aku memandangi kakak itu sampai ia selesai berwudhu. Rasa penasaranku terusik kembali. Aku buka kembali majalah Elfata dan majalah milik ayah kubaca berulang-ulang sampai mudeng. Ternyata jilbabku belum syar’i. Aku melihat diriku di kaca. Aku harus bagaimana. Apa aku harus merubah penampilanku? Ya, aku harus memakai jilbab yang syar’i yaitu jilbab yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran dan as-sunnah. Aku menata kembali jilbabku dan sedikit demi sedikit tapi pasti kuperbaiki jilbabku sejalan dengan bertambahnya usia dewasaku.
Tiga tahun sudah aku memakai jilbab. Dan dalam waktu tiga tahun itu, tidak semua perubahan positif pada diriku diterima oleh orang-orang di sekelilingku. Sering sekali ibuku memojokkanku untuk berpakaian seperti layaknya teman-teman sekolah maupun teman-teman bermainku. “Nduk, kalau pakai kerudung jangan besar-besar dong. Kalau pakai kerudung biasa-biasa saja seperti teman-temanmu yang lain.” Berulang kali ibuku berkata seperti itu dan berulang kali aku menjelaskan kepada ibuku. Terkadang aku dibantu ayahku untuk menjelaskan hal itu kepada ibuku. Tapi tetap saja ibuku berkata seperti itu jika aku keluar rumah memakai jilbab yang lumayan lebar.
Tidak hanya ibuku saja yang memandang diriku aneh dan kaku. Teman bermainku pun juga memandang diriku aneh. Memang aku mengalami perubahan baik sikap maupun penampilanku tiga tahun semenjak duduk di bangku SMA ini.
Sampai aku menulis kisah ini aku merasa masih belum percaya diri memakai jilbab yang syar’i, dengan adanya berita-berita tentang teroris yang membuat ibuku bertambah sering memojokkanku. “Itu lihat nduk di TV wanita-wanita kerudungnya besar-besar kayak kamu. Makanya kalau pakai kerudung jangan besar-besar nanti dianggap negatif sama orang lain lho.” Aku hanya bisa diam mendengar hal itu. Ingin sekali rasanya aku memberontak kepada ibu. Tapi kutahan, aku tidak mau membuat ibuku sedih. Aku biarkan saja ibuku berkata seperti itu karena aku merasa sudah tidak bisa meluluhkan hati ibu. Aku hanya bisa berdoa, berdoa, dan berdoa semoga Allah membuka hati ibu untuk menerima perubahan aku ini.
Keyakinanku akan jilbab tertimpa masalah lagi. Semakin ciut rasa percaya diriku sesaat setelah melihat teman-temanku berpakaian ala zaman sekarang dan melihat teman seorganisasiku memakai jilbab yang semakin lama semakin kecil. Aku coba dongkrak rasa percaya diriku. Aku yakin jilbab ini juga tidak kalah keren dengan mode zaman sekarang. Rasa percaya diriku sedikit bertambah melihat temanku yang berani mengambil keputusan untuk memakai jilbab lebar. Malahan dia lebih lebar dari jilbabku. Temanku ini juga sering menyemangatiku “keep istiqomah”. Ini mengartikan bahwa aku harus tetap di jalan ini. Menjadi muslimah yang selalu istiqomah. Semoga Allah membalas kebaikan temanku ini.
Banyak sekali godaan dan rayuan setan yang mendesakku untuk menanggalkan pakaian mulia ini. Godaan yang pernah membuatku berpikiran untuk menanggalkan jilbab. Semua perubahan positif tidak selalu diterima dengan lapang. Banyak tantangan yang harus dihadapi. ke-istiqomah-an yang selalu naik turun. Terkadang pakai jilbab kecil, jlbab berwarna-warni maupun baju ketat. Ya Allah aku menyesal mengingat hal ini. Tapi Allah itu tidak pernah jauh dari umatnya yang mempunyai niat baik. Aku tahu itu dan aku yakin itu karena aku mengalaminya.
Subhanallah jilbab ini adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus kulekatkan di hati.
Aku bersyukur mempunyai orangtua yang masih memberikan kebebasan bagiku untuk mengambil keputusan dalam memilih jalan hidup ini. Meskipun ayahku tidak menjelaskan secara langsung.
Alhamdulillah melalui media majalah maupun artikel aku mendapatkan suatu pelajaran penting yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Walau terganjal dengan sikap ibuku yang masih belum menerima sepenuhnya perubahan aku ini.
Tetapi aku tetap setia. Sampai sekarang aku berpikir takkan pernah usai, takkan bosan dan takkan pernah lelah untuk membahas masalah jilbab syar’i menurut Al Quran dan hadis lewat media apa pun, karena hal ini meski ringan dan selalu sama pembahasannya, merealisasikan tetap masih sulit. Semua media dakwah sering mengangkat masalah jilbab, tapi tak banyak orang hanya setengah-setengah dalam memahami makna jilbab secara benar.
Ingat, pahami, dan ikatkan pada hati cinta Allah terhadap makhluk bernama wanita lewat ayat QS. Al-Ahzab: 59 dan QS. An-Nuur ayat 31. ayat ini akan selalu mengitari kehidupan wanita sampai kapan pun;
1. “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).
2. “Katakanlah kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita...” (QS. An-Nuur ayat 31).
Teman-temanku yang masih menyepelekan jilbab, semoga Allah memberikan jalan untuk kalian. Jalan menuju kebenaran agar mereka tidak lagi menyepelekan jilbab. “Keep Istiqomah”.
Penulis: Eva Khofiyana
Mahasiswi FKIP PBS UNS/ Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, aktif di Forum Lingkar Pena ranting UNS Solo.

Sense of Belonging


Oleh Syaifoel Hardy
Setiap kali mau membuka pintu keluar flat atau pada saat masuk, selalu saya temui pemandangan yang sama. Dua pasang sandal, milik dua orang yang tinggal di kamar sebelah, selalu ‘berserakan’ di doormate. Padahal tempat sandal atau sepatu sudah disediakan. Mau memberitahu mereka berdua, kayaknya masalahnya terlalu sepele. Saya yang mengalah. Setiap saat itu pula saya yang menaruh kedua pasang sandal tersebut ke tempat yang semestinya.
Tidak terbatas di situ. Juga yang namanya membuang sampah ke luar. Padahal yang menumpuk sampah yang terletak di dapur adalah seluruh penghuni flat, kami bertiga. Apalagi yang namanya membersihkan meja, kursi dan lain-lain. Jika dihitung, bisa bikin sakit hati. Jika dipikir, betapa beratnya mengharap ‘pengertian’ orang lain supaya memahami apa yang kita rasakan. Akan tetapi, insyaallah saya kerjakan dengan ikhlas. Dianggap ibadah. Biar hati dan pikiran jadi ‘plong’.
Sewaktu di Kuwait saya dapatkan pengalaman yang similar. Sebenarnya dalam hati ini malu dengan ‘pemilik’ flat, meski Pemerintah, melalui kementrian kesehatannya. Sewaktu kami datang, semua barang-barang yang ada di flat tergolong baru. Mulai dari karpet, mesin cuci, kompor gas, sofa, televisi, furniture dan lainnya. Pada awalnya, kami membuat semacam daftar ‘dinas’. Semua yang tinggal di dalam flat, mendapatkan giliran untuk masak dan bersih-bersih flat.
Sayangnya, rencana kerja yang sangat bagus ini tidak diimplementasikan dengan baik. Hasilnya bisa diduga. Tidak kurang dari empat bulan, barang-barang sudah mulai karatan. Karpet jadi kehitaman. Poselin kamar mandi jadi kecoklatan. Pintu almari atau buffet pada berguguran satu per satu, kehilangan mur nya. Minyak goreng di dapur melekat di sana-sini hingga sulit dihilangkan. Televisi yang semula gres, jadi tebal tertutup debu. Satu per satu penghuni flat tidak lagi peduli. Singkatnya, flat yang tadinya berharga mahal ini tidak lebih dari rumah hunian kelas buruh rendahan.
Begitulah……
Sebagian besar kita barangkali memiliki pengalaman yang sama. Di tempat kerja misalnya. Hanya karena benda atau barang-barangnya bukan milik kita, terkadang kita sembrono. Layar monitor computer kantor begitu dinyalakan yang muncul adalah foto kita atau anggota keluarga kita. Kertas seenaknya dibuang. Air di toilet mengalir terus juga tidak peduli. Meja atau kursi kantor berantakan atau tidak pada tempatnya seolah-olah bukan tanggungjawab kita. Bila diuraikan, hingga yang namanya duit kantor, terlalu panjang daftar ketidak-pedulian kita.
Apalagi di masjid. Air untuk wudhu berhamburan terbuang. Al Quran serta buku-buku agama berharga lainnya tak terurus dengan baik. Sampah pun adakalanya berserakan di halaman.
Pembaca yang budiman….
Saya berasal dari lingkungan keluarga yang kurang mampu. Meski demikian, almarhumah Ibunda kami yang buta huruf, selalu mengajarkan sikap bagaimana harus menghargai karya orang lain. Pagi-pagi, bila kami anak-anak ini tidak segera bangun tidur, Ibunda sudah membuka jendela. Tidak peduli apakah kami kedinginan atau tidak. “Bangun!” Kata beliau. Sehabis makan, bila piring tidak dicuci, beliau selalu bilang: “Kamu pikir siapa yang bakalan menyuci piringmu?” Jika kami pulang dari sekolah atau main, kemudian pakaian kami kotor sekali juga diingatkan: “Kamu tidak tahu susahnya menyuci dan menyeterika baju!” Dan lain-lain.
Sesudah besar, saya baru sadar, bahwa barangkali inilah bukti bahwa betapa besar cinta beliau kepada kami anak-anaknya. Sikap menghargai hasil kerja atau barang milik , apakah itu Ibu kita sendiri atau orang lain itu perlu. Yang demikian itu memang membutuhkan waktu. Karakter manusia dibina melalui sebuah proses yang panjang. Tidak sama seperti kita bikin mie instant.
Saya tidak menolak ada orang yang mengatakan bahwa apa yang saya rasakan adalah persoalan yang amat sepele dan tidak perlu dibesar-besarkan. Kebersihan dan pemeliharaan barang-barang, apakah itu rumah sendiri, hotel, pasar, fasilitas umum, bis, pasar, rumah kontrakan atau kantor, mushallah, masjid, acapkali tidak mendapatkan porsi yang semestinya.
Perhatian orang biasanya hanya tertuju pada hal-hal yang besar, tanpa menyadari bahwa sebuah jarum kecil yang murah sekali harganya, ternyata tidak dapat disepelakan. Terkadang kita membutuhkannya hanya untuk memasukkan SIM Card hand phone yang harganya di atas Rp 5 juta. Debu-debu lembut yang dibiarkan bakal menumpuk dan bisa mengganggu dan bahkan dapat membahayakan keselamatan nyawa penumpang pesawat. Jadi, tidaklah bijak jika memperlakukan sesuatu yang nampaknya remeh.
Yang saya ingin garisbawahi adalah bahwa keberhasilan seseorang dalam banyak hal itu dimulai dari yang kecil-kecil. Kita tidak dapat mengatakan bahwa seorang sekretaris bekerja dengan baik ketika di drawer meja kerjanya ternyata alat-alat kantor dan kertas-kertas kecil berantakan. Sekalipun tidak kelihatan orang.
Bagaimana bisa mengatakan bahwa kita adalah umat Islam yang baik jika buang sampah sembarangan, penggunaan air wudhu berlebihan, kurang pandai memelihara barang-barang milik orang lain, perusahaan atau negara, dll? Betapapun menjalankan ibadah puasa, salat, zakat adalah rutinitas.
Sebenarnya, dalam banyak kesempatan, kita berlimpah dengan fasilitas. Sayangnya,kita kurang pandai bersyukur. Bentuk syukur yang dimaksud di sini adalah menjaga amanah, memeliharanya. Kita mestinya memegang erat apa yang orang Barat sebut sebagai Sense of Belonging (rasa memiliki).
Sebetulnya cara mengasah sensitivitas, rasa memiliki ini amat mudah. Pertama, utamakan team work. Dalam team work, berbagilah tugas. Membiasakan berbagai tugas merangsang lahirnya tanggungjawab kerja. Apakah itu di rumah, sekolah, kantor, bahkan di masjid.
Kedua, biasakan bertanya kepada anggota team work yang dekat dengan anda: “Apa yang bisa saya bantu?” Pertanyaan semacam ini, selain menunjukkan jiwa kreatif juga kesediaan membantu yang bisa dipandang mulia oleh orang lain.
Ketiga, jangan segan-segan mengevalusi diri dengan bertanya kepada salah satu anggota dalam team tentang sikap atau tindakan anda yang tidak atau barangkali kurang mereka sukai. Sikap ini akan menunjukkan kebesaran jiwa anda serta menghindarkan kesan bahwa anda orang yang angkuh atau sombong. Selain itu, mengevaluasi diri dengan bertanya kepada orang lain merupakan sikap terbuka yang amat positif.
Tiga tip praktis ini, tidak gampang diterapkan, kecuali anda memiliki kemauan untuk melakukannya. Bahwa sense of belonging atau yang biasa disebut sikap rasa memiliki, adalah bagian sikap utama, yang memberikan keuntungan kepada diri kita sendiri.
Dalam ajaran Islam, sikap ini amat terpuji. Di mata manusia, juga dalam pandangan Allah SWT. Wallahu a’lam!
Doha, 17 June 2011
Shardy2@hotmail.